2.1
Pengertian
Produktivitas
Istilah produktivitas mempunyai arti
yang berlainan untuk setiap orang. Misalnya saja berarti lebih banyak hasil
dengan mempertahankan biaya tetap, mengerjakan segala sesuatu dengan benar,
bekerja lebih cerdik dan lebih keras, mengoperasikan secara otomatis untuk
mendapatkan hasil yang lebih cepat dan lebih banyak dan sebagainya.
Istilah produktivitas berbeda dengan
produksi walaupun hal ini dianggap sama
oleh sebagian orang. Produksi adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan
hasil keluaran dan umumnya dinyatakan sebagai volume produksi, sedangkan
produktivitas berkenaan dengan efisiensi penggunaan sumber dalam menghasilkan
barang atau jasa, atau dengan kata lain produktivitas adalah suatu tingkat perbandingan
antara keluaran dan masukan.
Istilah atau kata produktivitas pada
awalnya muncul sekitar tahun 1766 dalam artikel yang berjudul “The school of physiocraft” oleh Francois Quesnay, seorang ekonom
Perancis. Sedangkan produktivitas sebagai konsep dengan keluaran dan masukan
sebagai elemen utama, pertama kali dicetuskan oleh David Ricardo sekitar tahun 1810. inti konsepnya adalah bagaimana
keluaran akan berubah apabila besaran masukan berubah.
Konsep produktivitas perlu diketahui
agar kita tidak salah dalam mengartikan hasil yang dicapainya.
Definisi-definisi produktivitas menurut sebagaian para ahli dapat dilihat
dibawah ini :
- Peter F Drucker mengemukakan definisi bahwa : “Produktivitas adalah keseimbangan antara seluruh faktor-faktor yang akan memberikan keluaran yang banyak melalui pengeluaran yang lebih hemat”,
- Paul Mali mengemukakan definisi bahwa : “Produktivitas adalah ukuran yang menyatakan beberapa efisien sumber yang digunakan bersama didalam organisasi untuk memperoleh sekumpulan hasil”,
- Organization For European Economic Coorporation pada tahun 1950 mengajukan definisi produktivitas sebagai berikut : “Produktivitas adalah rasio antara keluaran dengan salah satu dari faktor-faktor produksi, yaitu modal, investasi, atau bahan baku”.
- Konferensi OSLO pada tahun 1984 mengemukakan definisi bahwa : “Produktivitas adalah suatu konsep yang bersifat universal yang bertujuan untuk menyediakan lebih banyak barang dan jasa untuk lebih banyak manusia, dengan menggunakan sumber-sumber riil yang makin sedikit”.
- Jackson Grayson mengemukakan definisi bahwa : “Produktivitas adalah sesuatu yang diperoleh melalui kegiatan tertentu dari sesuatu yang dimasukkan”.
- Dewan Produktivitas Nasional mendefinisikan bahwa : “Produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan untuk itu”.
Dari definisi-definisi tersebut dapat dipisahkan menjadi dua pengertian.
Pengertian pertama adalah menyatakan bahwa produktivitas berhubungan dengan
suatu kumpulan-kumpulan hasil-hasil. Didalam pengertian ini menunjukkan
efektivitas dalam mencapai suatu tujuan. Sedangkan pengertian kedua menyatakan
bahwa produktivitas berhubungan dengan penggunaan sumber daya. Pengertian ini menunjukkan
jumlah, tipe, dan tingkat dari sumber daya yang dibutuhkan atau menunjukkan
suatu efesiensi dalam menggunakan sumber-sumber daya yang digunakan.
Efektivitas adalah ukuran keberhasilan dalam mencapai tujuan dan
Efisiensi adalah ukuran kehematan penggunaan sumber. Produktivitas dicapai
dengan hasil yang sebesar mungkin dengan memakai sumber-sumber sehemat mungkin.
Hubungan ketiganya adalah sebagai berikut :
Indeks Produktivitas =
=
=
Sebenarnya kombinasi diatas tidak
sepenuhnya benar, karena dari persamaan di atas seolah-olah menunjukkan bahwa
produktivitas dapat ditingkatkan dengan menurunkan efisiensi. Hal ini tentu
saja tidak logis. Mungkin ini dapat dihindari dengan menyatakan indeks
produktivitas sebagai berikut (Sumanth
,1985 : 6):
dimana f dan F
adalah fungsi-fungsi tertentu.
Dari definisi diatas, secara umum dapat dikatakan bahwa produktivitas
adalah perbandingan dari beberapa keluaran dengan beberapa masukan. Yang
dimaksud dengan Keluaran adalah hasil yang dimanfaatkan bagi manusia yang
diperoleh melalui suatu kegiatan yang bentuknya dapat berupa barang atau jasa.
Sedangkan yang dimaksud dengan Masukan adalah sumber-sumber yang digunakan
untuk memperoleh hasil tersebut.
Dengan demikian, meningkatkan
produktivitas dengan memperbesar rasio produktivitas dapat dicapai dengan :
1.
Pengurangan pengggunaan sumber daya untuk
memperoleh jumlah produksi yang sama. Dalam hal ini perusahaan menambah
keluaran produksinya, tetapi sumber-sumber yang digunakan lebih irit dengan
menghilangkan segala macam pemborosan.
2.
Penggunaan jumlah sumber daya yang sama untuk
memperoleh jumlah produksi yang lebih besar. Dalam hal ini peningkatan
produktivitas dicapai dengan bekerja lebih cerdik dengan memanfaatkan faktor-faktor
produksi semaksimal mungkin.
3.
Penggunaan jumlah sumber daya yang lebih besar
untuk memperoleh jumlah produksi yang jauh lebih besar lagi. Dalam hal ini
perusahaan tumbuh dan berkembang yang dicirikan melalui hasil penjualan dan
produksi yang terus membesar dibandingkan dengan penambahan investasi dan
biaya-biaya yang telah dikeluarkan.
4.
Pengurangan jumlah produksi dengan pengurangan
jumlah sumber daya yang jauh lebih besar. Dalam hal ini perusahaan mengalami
jumlah penurunan jumlah penjualan atau produksi sehingga penggunaan
sumber-sumber dan biaya harus lebih diperketat lagi.
5.
Pengunaan sumber daya untuk memperoleh jumlah
produksi yang lebih besar. Dalam hal ini peningkatan produktivitas dicapai
apabila perusahaan mengerahkan seluruh kemampuan dengan bekerja lebih efektif
dalam menghasilkan keluaran sementara biaya-biaya yang dikeluarkan ditekan
serendah mungkin.
Dari
beberapa definisi diatas, terlihat bahwa pengertian produktivitas memang
bermacam-macam, tergantung dimana dipergunakannya dan dalam konteks apa.
2.2
Ruang
Lingkup Produktivitas
Pandangan tentang produktivitas untuk keperluan definisi dan pemakaian
tidaklah sama dan konsisten. Menurut David
J Sumanth ada empat ruang lingkup produktivitas, yaitu :
1.
Ruang Lingkup
Nasional
Memandang negara secara keseluruhan.
Disini diperhitungkan faktor-faktor secara sederhana seperti buruh, modal,
manajemen, bahan mentah dan sumber-sumber lainnya sebagai keluaran yang
mempengaruhi barang-barang dan jasa.
Pada lingkup nasional ini, estimasi
dari pengukuran produktivitas ini digunakan untuk meramalkan pendapatan
nasional dan keluaran nasional pada suatu waktu. Produktivitas digunakan untuk
membandingkan kekuatan kompetisi dari beberapa industri pada situasi ekonomi
nasional yang berbeda.
Produktivitas pada lingkungan nasional
digunakan sebagai indeks pertumbuhan, terutama produktivitas tenaga kerja.
Kenaikan produktivitas nasional tenaga kerja menggambarkan jumlah barang dan
jasa yang tinggi per pekerja dibandingkan sebelumnya, sehingga merupakan
potensitas pendapatan nyata per pekerja yang tinggi. Negara yang mempunyai
tingkat upah yang tinggi cenderung mempunyai produktivitas tenaga kerja yang
tinggi.
Produktivitas merupakan faktor penting
yang mempengaruhi harga dan upah. Kenaikan upah nyata pada beberapa negara
berkaitan erat dengan besarnya kenaikan produktivitas tenaga kerja dinegara
tersebut. Kenaikan pada produktivitas tenaga kerja atau parsial lainnya
biasanya menyebabkan turunnya ongkos sehingga upah dapat ditingkatkan.
2.
Ruang Lingkup Industri
Disini
faktor-faktor yang mempengaruhi dan berhubungan dikelompokkan dalam kelompok
industri yang sama, misalnya industri penerbangan, minyak, baja, pendidikan,
kesehatan, transportasi dan lain sebagainya. Pengukuran
produktivitas lingkup industri mempunyai keuntungan sebagai berikut :
-
Sebagai indikator ekonomi
-
Sebagai analisis tenaga kerja yang meliputi perubahan
penggunaan tenaga kerja, proyeksi tenaga kerja masa yang akan datang,
kecenderungan ongkos tenaga kerja, dan pengaruh teknologi maju.
-
Sebagai analisis unjuk kerja perusahaan dengan
membandingkan industri yang sejenis.
-
Sebagai peramalan pola pertumbuhan industri dan kondisi
masa yang akan datang.
3.
Ruang Lingkup Perusahaan atau Organisasi.
Dalam suatu perusahaan atau organisasi
ada pengaruh hubungan antar faktor. Produksi yang dibuat dapat diukur dan dapat
dibandingkan dengan keadaan sebelumnya atau dibandingkan dengan perusahaan
lainnya untuk meraba efisiensi perusahaan tersebut.
Kemampuan laba, tingkat pengembalian
modal, atau pemenuhan anggaran dapat memberikan ukuran bagaimana semua sumber
diolah dapat memberikan ukuran bagaimana sumber-sumber diolah untuk sampai pada
keluaran. Dalam suatu organisasi produktivitas tidak ditentukan dari bagaimana
keras dan baiknya buruh bekerja.
4.
Ruang Lingkup Perseorangan.
Produktivitas perseorangan
ditentukan oleh lingkungan kerja serta ketersediaannya alat, proses, dan perlengkapan. Disini
timbul faktor baru yang tidak dapat diukur mudah, yaitu motivasi. Motivasi
sangat dipengaruhi oleh kelompok dimana individu termasuk, pengaruh kelompok
dengan kelompok lain, dan alasan mengapa seseorang bekerja.
2.3
Jenis-jenis
Produktivitas
Pendefinisian produktivitas dapat bermacam-macam bergantung pada konteks
apa ia dibicarakan, apakah ahli ekonomi, akuntan, manajer, politikus, atau ahli
teknik industri. Namun demikian pada dasarnya ada tiga jenis dasar
produktivitas (Sumanth, 1985 : 7),
yaitu :
1.
Produktivitas Parsial
Produktivitas parsial adalah rasio keluaran terhadap salah satu faktor
masukan. Sebagai contoh: produktivitas tenaga kerja (rasio keluaran terhadap
masukan tenaga kerja), produktivitas modal (rasio keluaran terhadap masukan
modal), dan produktivitas bahan (rasio keluaran terhadap masukan bahan).
2.
Produktivitas Total Faktor
Produktivitas
dua faktor adalah rasio keluaran bersih terhadap jumlah masukan faktor tenaga
kerja dan faktor modal. Yang dimaksud dengan keluaran bersih adalah keluaran
total dikurangi jumlah barang dan jasa yang dibeli.
3.
Produktivitas Total
Produktivitas total adalah rasio keluaran total terhadap semua faktor
masukan. Dengan demikian, pengukuran produktivitas total mencerminkan pengaruh
bersama dari semua masukan dalam menghasilkan keluaran.
2.4 Siklus Produktivitas.
Program Produktivitas bukanlah suatu program yang sekali jalan, akan
tetapi merupakan program yang berkesinambungan. David J. Sumanth mengemukakan konsep siklus produktivitas yang
dikenal sebagai siklus MEPI.
Konsep ini terdiri dari empat tahap yang saling berkaitan dan
berkesinambungan (Sumanth, 1984:47), yaitu :
1.
Productivity Measurement
(Pengukuran Produktivitas)
2.
Productivity
Evaluation (Evaluasi Produktivitas)
3.
Productivity
Planning (Perencanaan Produktivitas)
4.
Productivity
Improvement (Perbaikan Produktivitas).
Keempat unsur diatas merupakan suatu siklus yang harus dilakukan berkesinambungan
dan berulang guna mendapatkan manfaat yang optimal. Secara skematis dapat
digambarkan seperti gambar dibawah ini:
Gambar
2.1. Siklus Produktivitas
(Sumber : David
J. Sumanth, 1985 “Productivity Engineering and Management”, p:48)
Berdasarkan siklus produktivitas, secara formal program peningkatan
produktivitas harus dimulai melalui pengukuran produktivitas dari sistem
industri itu sendiri. Untuk keperluan ini berbagai teknik pengukuran dapat
dipergunakan dan dikembangkan dari memilih indikator pengukuran yang sederhana
sampai yang lebih kompleks dan komprehensif. Pengukuran ini dilakukan pertama
kali untuk memberikan hasil atau informasi kepada kita, sejauh mana tingkat
penurunan atau kenaikan produktivitas yang ada pada perusahaan tersebut.
Apabila produktivitas dari sistem industri tersebut telah diukur, langkah
berikutnya adalah mengevaluasi tingkat produktivitas aktual (hasil pengukuran)
itu untuk dibandingkan dengan rencana/tujuan yang telah ditetapkan. Kesenjangan
yang terjadi antara tingkat produktivitas aktual dengan rencana (productivity gap) merupakan masalah
produktivitas yang harus dievaluasi dan dicari akar penyebabnya yang dapat
menimbulkan kesenjangan tersebut. Berdasarkan evaluasi ini, selanjutnya dapat
direncanakan kembali target produktivitas yang akan dicapai baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang. Untuk mencapai target produktivitas yang telah
direncanakan itu, berbagai program formal dapat dilakukan untuk meningkatkan
produktivitas secara kontinyu. siklus produktivitas tersebut diulang kembali
secara terus-menerus untuk mencapai peningkatan produktivitas yang
terus-menerus dalam sistem industri.
2.5
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas
Secara garis besar ada 12 faktor yang mempengaruhi naik turunnya
produktivitas (Sumanth, 1985 : 25),
yaitu :
1. Investasi,
besar kecilnya akan menentukan modal usaha dan akan berpengaruh terhadap usaha
untuk mempromosikan produk, market share
atau penggunaan kapasitas.
2. Rasio
kapital Buruh, bila rasio tinggi dapat juga diartikan bahwa perusahaan memakai
teknologi tinggi, sehingga jumlah produksi per unit waktu meningkat.
3. Penelitian
dan Pengembangan, dengan menghasilkan inovasi-inovasi yang dapat memperbaiki
keadaan produksi di pabrik.
4. Pemakaian
Kapasitas, besar kecilnya keluaran per jam ditentukan oleh persentase pemakaian
kapasitas.
5. Peraturan
pemerintah, berguna untuk mengatur keseimbangan pencapaian sasaran industri dan
sasaran sosial yang umumnya selalu bertentangan.
6. Umur
pabrik dan peralatan, tingkat rata-rata umur pabrik dan peralatan yang semakin
tinggi menandakan adanya usaha modernisasi peralatan masih tetap dilakukan.
7. Ongkos
energi.
8. Kerja
kelompok, dengan adanya pergeseran struktur pekerja dari pekerja pabrik menjadi
pekerja yang mengandalkan pengetahuan maka semakin dibutuhkan adanya kerjasama,
keterampilan, dan keahlian.
9. Etika
kerja, penghargaan terhadap waktu semakin tinggi, sehingga pemanfaatan waktu
harus se-produktif mungkin.
10. Ketakutan
pekerja akan kehilangan pekerjaannya.
11. Pengaruh
serikat buruh, pengaruh serikat sangat kuat sehingga memerlukan adanya
pengertian terutama dalam tuntutan kenaikan gaji.
12. Manajemen,
merupakan faktor dominan, terutama dalam proses perencanaan dan penjadwalan,
kejelasan instruksi pada tenaga kerja dan pengaturan beban kerja yang tepat.
2.6 Penyebab Penurunan produktivitas
Dalam bukunya “Improving
Total Productivity”, Paul Mali menjelaskan
sebab-sebab yang megakibatkan turunnya produktivitas, yaitu :
1.
Penghamburan pemakaian sumber-sumber yang
disebabkan karena ketidakmampuan dalam mengukur, mengevaluasi, dan mengatur
produktivitas para pekerja perkantoran yang semakin berkembang.
2.
Meningkatnya inflasi yang disebabkan oleh
pemberian imbalan dan pembagian keuntungan tanpa diimbangi dengan peningkatan
produktivitas.
3.
Melonjaknya biaya karena keinginan organisasi
untuk berekspansi, sehingga mengurangi pertumbuhan.
4.
Terjadinya penundaan dan keterlambatan dalam
pengambilan keputusan karena ketidakjelasan wewenang serta ketidakefisienan
dalam suatu organisasi yang sangat besar.
5.
Motivasi yang rendah karena bertambahnya para
pekerja baru yang mempunyai latar belakang kehidupan yang berkecukupan dengan
segala sikap yang baru.
6.
Pengiriman peralatan yang terlambat karena
terganggunya jadwal yang diakibatkan kurangnya persediaan.
7.
Adanya pertentangan dan kesulitan bagi orang
dalam bekerja sama yang tidak dapat dipecahkan, yang mengakibatkan organisasi
bekerja kurang efektif.
8.
Keinginan dan hak manajemen untuk meningkatkan
produktivitas dibatasi dengan munculnya peraturan-peraturan yang tidak sesuai
lagi dengan kondisi saat sekarang ini.
9.
Ketidakpuasan dan kebosanan dalam bekerja yang
diakibatkan oleh semakin terspesialisasi dan terbatasnya proses pekerjaan.
10.
Kesempatan dan penemuan baru mengalami penurunan
karena pengaruh perubahan teknologi yang cepat dan membesarkan biaya.
11.
Kemampuan para pelaksana menjadi tidak terpakai
atau usang, karena ketidak mampuan untuk mengikuti kecepatan perkembangan
informasi dan ilmu pengetahuan.
12.
Disiplin tentang waktu dikacaukan oleh adanya
keinginan untuk mempunyai waktu luang yang lebih banyak.
2.7 Alat –
Alat Evaluasi Penyebab Penurunan Produktivitas.
Evaluasi terhadap sistem produktivitas perusahaan harus mampu menjawab
apa yang menjadi akar penyebab dari penurunan produktivitas perusahaan itu.
Berkaitan dengan hal ini kita dapat menggunakan alat – alat sederhana yang
telah populer seperti : brainstorming,
five whys, diagram pareto, dan diagram sebab-akibat.
Alat–alat seperti diatas, sangat penting untuk dipergunakan untuk
menentukan akar penyebab penurunan produktivitas perusahaan, adapun alat-alat
tersebut (Gasperz, 2000:71),yaitu :
1.
Brainstorming
Brainstorming
membantu membangkitkan ide–ide alternatif dan persepsi dalam suatu tim kerja
yang bersifat terbuka dan bebas. Brainstorming
dapat digunakan berkaitan dengan hal – hal berikut :
·
Menentukan penyebab yang mungkin dari penurunan
produktivitas perusahaan dan solusi terhadap masalah produktivitas itu.
·
Memutuskan masalah produktivitas apa yang perlu
diselesaikan.
·
Anggota tim merasa bebas untuk berbicara dan
menyumbangkan ide – ide mereka.
·
Menginginkan untuk menjaring sejumlah besar
persepsi alternatif.
·
Kreatifitas merupakan karakteristik outcome yang diinginkan.
·
Fasilitator dapat secara efektif mengelola tim.
Langkah – langkah pelaksanaan Brainstorming :
·
Menyatakan pernyataan masalah produktivitas
secara jelas.
·
Semua anggota kelompok harus berpikir dan
membuat catatan.
·
Setiap ide dari anggota kelompok diminta
memberikan ide dan tidak boleh ada 1 pun anggota kelompok yang tidak memberikan
ide.
·
Setiap ide dari kelompok dicatat tanpa memberi
komentar.
·
Setiap anggota kelompok menyiapkan suatu ranking
dari ide-ide yang diterima itu.
·
Ranking idividual terhadap ide – ide itu
diperbandingkan,
·
Memprioritaskan untuk memilih ide – ide terbaik
dari berbagai ide terbaik berbagai ide yang dikemukakan itu.
2.
Bertanya
Mengapa Beberapa Kali (Five Ways)
Konsep bertanya mengapa beberapa kali dapat digunakan
untuk menemukan akar penyebab dari suatu masalah yang berkaitan dengan
produktivitas perusahaan.
Bertanya mengapa beberapa kali akan mengarahkan kita
terhadap akar penyebab masalah sehingga tindakan yang sesuai pada akar penyebab
masalah yang ditemukan itu akan menghilangkan masalah.
3.
Diagram
Pareto
Diagram pareto adalah grafik batang yang menunjukan
masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang sering terjadi
ditunjukan oleh diagram grafik pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada
sisi paling kiri dan seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi
ditunjukan oleh grafik batang terakhir yang terendah serta ditempatkan pada
sisi paling kanan.
Pada dasarnya Diagram Pareto dapat digunakan sebagai
alat interpretasi untuk :
·
Menentukan frekuensi relatif dan urutan
pentingnya masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari maslah yang ada.
·
Memfokuskan perhatian-perhatian pada isu-isu
kritis dan penting melalui pembuatan rangking terhadap masalah-masalah atau
penyebab dari maslah itu dalam bentuk yang signifikan.
Langkah – langkah membuat diagram pareto :
A.
Menentukan masalah apa yang akan diteliti,
mengidentifikasi penyebab – penyebab dari masalah yang akan diperbandingkan.
Setelah itu merencanakan dan mengumpulkan data.
·
Menentukan masalah yang akan diteliti.
·
Menentukan data apa yang diperlukan dan
bagaimana mengklasifikasikan atau mengkategorikan data tersebut.
·
Menentukan metode dan periode pengumpulan data,
termasuk dalam hal ini adalah menentukan unit pengukuran dan periode waktu yang
diuji.
B.
Membuat suatu ringkasan dasar atau tabel yang mencatat
frekuensi kejadian dari masalah yang telah diteliti menggunakan formulir
pengumpulan data atau lembar periksa.
C.
Membuat daftar masalah secara berurut
berdasarkan frekuensi kejadian dari yang tertinggi sampai yang terendah, serta
hitunglah frekuensi komulatif, persentase dari total kejadian dan presentase
dari total kejadian secara komulatif.
D.
Menggambarkan 2 buah garis horizontal dan 1 buah
garis vertikal.
·
Garis Vertikal
1.
Garis vertikal kiri : pada garis ini buatlah skala dari
nol sampai total keseluruhan dari kerusakan.
2.
Garis vertikal kanan : pada garis ini buatlah skala
dari 0% sampai 100%.
·
Garis Horizontal
Bagilah garis ini dalam banyaknya interval sesuai dengan banyaknya item masalah yang diklasifikasikan.
E.
Buatkan histogram pada diagram pareto.
F.
Gambarkan kurva komulatif serta cantumkan nilai–nilai
komulatif (total komulatif atau persen komulatif) di sebelah kanan atas
interval setiap item masalah.
G.
Memutuskan untuk mengambil tindakan perbaikan
atas penyebab utama dari masalah yang sedang diuji itu. Untuk mengetahui akar
penyebab dari suatu masalah kita dapat menggunakan diagram sebab-akibat atau
bertanya mengapa beberapa kali.
4.
Diagram Sebab
– Akibat.
Diagram sebab-akibat yaitu suatu diagram yang
menunjukan hubungan antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan manajemen
produktivitas total, diagram ini dipergunakan untuk menunjukan faktor – faktor
penyebab (sebab) penurunan produktivitas dan karakteristik produktivitas
(akibat) yang disebabkan oleh faktor – faktor penyebab itu. Diagram ini sering
juga disebut diagram tulang ikan.
Pada dasarnya, diagram sebab-akibat dapat digunakan untuk
kebutuhan sebagai berikut :
·
Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari
suatu masalah produktivitas.
·
Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi
suatu masalah produktivitas.
·
Membantu penyelidikan atau pencarian fakta lebih
lanjut berkaitan dengan masalah produtivitas itu.
Langkah-langkah pembuatan diagram sebab akibat :
1.
Dapatkan kesepakatan tentang masalah produktivitas yang
terjadi dan ungkapkan masalah produktivitas itu sebagai suatu pertanyaan
masalah.
2.
Bangkitkan sekumpulan penyebab yang mungkin menggunakan
teknik brainstorming berkaitan dengan
masalah produktivitas yang sedang dihadapi.
3.
Gambarkan diagram sebab-akibat dengan pertanyaan
masalah ditempatkan pada sisi kanan.
4.
Tetapkan setiap penyebab dalam kategori utama yang
sesuai melalui penempatan pada cabang yang sesuai.
5.
Untuk setiap penyebab yang mungkin bertanya mengapa ?
kemudian daftarkanlah akar-akar penyebab tersebut pada cabang yang sesuai
dengan kategori utama.
6.
Interpretasikan diagram sebab akibat itu dengan cara
melihat penyebab-penyabab yang muncul secara berulang, kemudian dapatkan konsensus
tentang penyebab itu.
7.
Terangkan hasil analisis menggunakan diagram sebab
akibat
Bentuk umum dari diagram sebab akibat adalah sebagai berikut :
Gambar
2.2
Bentuk umum diagram sebab akibat.
(Sumber :
Vincent Gaspersz, “Manajemen
Produktivitas Total”, 2000)
2.8
Model - Model Pengukuran Produktivitas
2.8.1 Model Pengukuran Finansial
Merupakan model pengukuran dengan dasar finansial di mana
indikator produktivitas ditrasformasikan secara finansial. Model – model
dibawah ini sebagian telah diterapkan untuk mengukur produktivitas perusahaan
di Indonesia, model – model tersebut adalah :
1.
Model
Marvin E.Mundel
Marvin E.Mundel (1976) mengemukakan dua
bentuk pengukuran indeks produktivitas, yaitu :
dimana :
AOMP = Output untuk periode yang diukur
AOBP = Output untuk periode dasar
RIMP = Input-input untuk periode yang diukur
RIBP = Input-input untuk periode dasar.
Dari dua bentuk
pengukuran Indeks Produktivitas (IP) yang dikemukakan oleh Marvin E. Mundel tampak bahwa pada dasarnya kedua bentuk pengukuran
itu adalah serupa, kita dapat menggunakan salah satu formula dalam penerapan
pengukuran produktivitas pada tingkat perusahaan. Formula kesatu pada dasarnya
merupakan rasio antara indeks performansi untuk periode pengukuran dan indeks
performansi periode dasar, sedangkan formula kedua pada dasarnya merupakan
rasio antara indeks output dan indeks
input. Dengan demikian model di atas (Sumanth, 1985 : 110) dapat dinyatakan
sebagai berikut :
Pada dasarnya model Mundel
merupakan suatu model pengukuran produktivitas yang berdasarkan pada
konsep-konsep dalam bentuk teknik industri bersama definisi-definisi ongkos
dalam akutansi biaya. Model ini mensyaratkan bahwa perusahaan yang akan diukur
produktivitasnya itu mempunyai waktu-waktu standar untuk bekerja (operation time standard), suatu syarat
yang masih sulit dipenuhi oleh kebanyakan perusahaan di Indonesia.
2. Model Craig-Harris
Craig-Harris mendefinisikan pengukuran
produktivitas total adalah sebagai berikut :
dimana :
L = Faktor masukan tenaga kerja
C = Faktor masukan Modal
R = Faktor masukan alat
Q = Faktor masukan lain pada barang dan jasa
OT = Output
Total
3. Model David J. Sumanth (MPT)
MPT ini dikembangkan oleh David J. Sumanth
untuk lingkup perusahaan dengan mempertimbangkan seluruh faktor masukan dalam
menghasilkan keluaran. Model ini disamping dapat diterapkan pada perusahaan
manufaktur juga dapat diterapkan pada perusahaan jasa.
Model
produktivitas total (Sumanth, 1985:153)
dinyatakan sebagai berikut :
Dimana Total keluaran meliputi : nilai unit produk jadi, nilai unit
produk setengah jadi, bunga, dan pendapatan lainnya. Sedangkan Total masukan
meliputi : nilai tenaga kerja, nilai bahan, nilai energi, biaya lainnya, dan nilai
kapital.
Arti tangible berarti dapat
diukur. Sebagai contoh: Mobil yang dirakit, jumlah cek yang diproses, ton baja
yang dihasilkan. Perlu dicatat bahwa keluaran disini berarti semua keluaran
yang diproduksi, dan masukan berarti semua sumber daya yang dikonsumsi atau
dikeluarkan untuk menghasilkan keluaran ini. Baik keluaran maupun masukan
dinyatakan dalam nilai uang konstan dari periode dasar (referensi), misalnya
masukan manusia dan energi dapat dinyatakan dalam jam orang dan kilowatt jam.
Lebih jauh lagi jika perusahaan memproduksi lebih dari satu jenis produk,
misalnya : Baja (dalam ton), dan sepatu (dalam jumlah pasang), keluaran tidak
dapat dinyatakan sebagai ton baja + pasang sepatu. Namun, nilai produk-produk
tadi dapat dinyatakan dalam rupiah periode dasar, yang dapat saling
dijumlahkan.
4. Model APC
Pusat Produktivitas Amerika (The
American Productivity Center, APC) telah mengemukakan ukuran produktivitas (Sumanth, 1985:105) yang didefinisikan sebagai
berikut :
Dari ukuran produktivitas yang dikemukakan APC tampak adanya hubungan
profitabilitas dengan produktivitas dan faktor perbaikan harga. Rasio
produktivitas memberikan suatu indikasi penggunaan sumber-sumber dalam
menghasilkan output perusahaan.
Dalam model APC kuantitas Output
dan Input setiap tahun digandakan
dengan harga-harga tahun dasar untuk menghasilkan indeks produktivitas.
Harga-harga dan biaya per unit setiap tahun digandakan dengan kuantitas output dan input pada tahun tertentu akan menghasilkan indeks perbaikan harga
pada tahun itu. Dengan diketahui indeks produktivitas dan indeks perbaikan
harga, maka indeks profitabilitas adalah :
Indeks Profitabilitas = Indeks Produktivitas
x Indeks perbaikan harga
Atau :
Indeks perbaikan harga menunjukkan perubahan dalam biaya input terhadap harga output perusahaan.
Dalam model ini, biaya perunit tenaga kerja, material dan energi dihitung
atau ditentukan secara langsung. Sedangkan perhitungan input modal ditentukan berdasarkan depresiasi total ditambah keuntungan relatif terhadap harga
total (harta tetap + harta lancar) yang digunakan, dengan demikian input modal untuk periode tertentu (Sumanth,
1985:107) adalah :
Input modal periode tertentu = depresiasi periode itu + ROA x
Harta digunakan
5.
Model
Hendrick-Creamer
J.W. Kendrick dan D. Creamer pada tahun 1965
memperkenalkan penggunaan angka indeks produktivitas pada tingkat perusahaan.
Indeks Produktivitas total untuk periode tertentu (Sumanth, 1985 : 99) diukur sebagai berikut :
Selisih antara output
periode tertentu dalam harga periode dasar dan input dalam harga dasar menunjukkan peningkatan atau penurunan
produktivitas pada periode itu. Peningkatan atau penurunan produktivitas dapat
dilihat berdasarkan selisih antara output
dan input total.
6. Model Habberstad dan Pospac
Model ini merupakan gabungan dari beberapa ukuran produktivitas parsial
yang masing-masing akan menggambarkan produktivitas sebagai kelompok aktivitas
didalam perusahaan. Model ini berisi beberapa tindakan perbaikan produktivitas
yang diklasifikasikan kedalam enam kelompok yang masing-masing kelompok
menunjang kepada perbaikan suatu jenis produktivitas didalam perusahaan. Dengan
demikian terdapat enam jenis produktivitas yang harus dinaikkan oleh perusahaan
yaitu :
·
Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja
Gross Margin = Penjualan bersih
– Harga pokok penjualan (HPP)
Total Wages = Biaya yang
dikeluarkan untuk tenaga kerja
·
Produktivitas Modal
Turn Over = Penjualan bersih
Total Capital Employed = Total
aktiva perusahaan
·
Produktivitas Produksi
Produktivitas Produksi = Capital
Utilization
·
Produktivitas Organisasi
Added Value = Penjualan bersih
– biaya eksternal
Cost of Administration = Biaya
Administrasi
·
Produktivitas Penjualan
Gross Margin = Laba bersih
setelah pajak
Total sales cost = Total biaya
penjualan
·
Produktivitas Produk
Gross Margin = laba kotor
(sebelum pajak)
Direct Product
Cost = Biaya langsung yang digunakan dalam proses produksi produk tersebut.
2.8.2 Model Pengukuran Fisik
Adalah model pengembangan
pengukuran produktivitas dengan tetap menggunakan ukuran – ukuran fisiknya
tanpa ditransformasikan ke ukuran finansial, walaupun demikian tetap
ditransformasikan sedemikian rupa sehingga ukuran – ukuran yang berbeda dapat
diproses dengan baik. Model – model pengukuran fisik diantaranya adalah :
·
Model Physical
Productivity (Labour Productivity)
Model ini di kembangkan oleh pusat produktivitas nasional.
Model ini mengkhususkan pada pengukuran tenaga kerja dengan menggunakan
parameter ukuran produktivitas jam – orang per unit per periode waktu (dalam
hal ini periodenya adalah turun). Model ini juga menghitung pertumbuhan
produktivitas dengan menghitung indeks produktivitas terlebih dahulu. Rumus
yang digunakan adalah :
·
Model Objective Matrix
Model ini juga sering disebut dengan metode matrix sasaran adalah metode pengukuran
fisik yang menggunakan tabel matrix
yang berisi angka – angka terdefinisi yaitu nilai bobot, nilai skala peringkat
atau ranking dari masing – masing indikator.
2.9.3 Pengukuran Produktivitas dengan Model Objective Matrix (OMAX)
Pengukuran dengan model Objective
Matrix (OMAX) ini di dasarkan prinsip produktivitas, yaitu berdasarkan
sasaran yang secara obyektif mengukur unjuk kerja dan fungsi tujuan sebagai
target pencapaian bagi kelompok kerja, sehingga dihasilkan pengukuran
kuantitatif yang menunjukan sejauh mana tujuan manajemen tercapai.
Secara ringkas model pengukuran ini mempunyai keunggulan dari model lain,
yaitu :
a.
Model ini memungkinkan dijalankannya aktivitas
pengukuran produktivitas, perencanaan produktivitas dan sekaligus peningkatan
produktivitas.
b.
Berbagai faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan
produktivitas dapat diidentifikasikan dan dikuantifisir.
c.
Adanya sasaran produktivitas yang akan memberikan
motivasi bagi pekerja untuk berusaha mencapainya.
d.
Dapat memantau pencapaian sasaran dan memberikan
informasi bila dijumpai penyimpangan pada periode berjalan.
e.
Adanya pengertian bobot yang mencerminkan pengaruh
masing – masing faktor terhadap peningkatan produktivitas. Penentuan bobot ini
memerlukan persetujuan manajemen.
f.
Model ini menggabungkan seluruh faktor yang berpengaruh
terhadap peningkatan produktivitas (baik dalam ukuran fisik maupun non fisik)
dan dinilai ke dalam suatu indikator.
Di samping beberapa keunggulan di atas terdapat beberapa hal yang
dirasakan sangat mendukung penerapan model ini di perusahaan, yaitu :
a.
Model ini relatif sederhana dan mudah untuk dipahami.
b.
Pengoperasiannya cepat dan tidak memerlukan latar
belakang keahlian khusus bagi yang memakainya.
c.
Data – data yang diperlukan dalam model ini mudah
didapat.
d.
Bentuk model ini fleksibel dan disesuaikan dengan
lingkungan tempat ia diterapkan.
e.
Model ini dapat digunakan untuk memadukan beberapa
ukuran keberhasilan yang selama ini berlaku di perusahaan.
2.9.4 Pembentukan Matriks Pengukur Unjuk Kerja
Kelompok Kerja
Tidak ada alat ukur yang dapat mencapai sasaran bila diterapkan secara
paksa kepada kelompok kerja. Anggota kelompok harus berpartisipasi dalam
merancang bentuk matriks sehingga mereka ikut menyatu dalam penerapan
pengukuran. Mereka harus mengerti dan menerima tujuan dari pengukuran serta
mempunyai keinginan untuk menyesuaikan aktivitas kerja mereka dalam usaha untuk
mencapai tujuan yang nantinya akan menguntungkan mereka juga
Pengukuran kelompok kerja adalah suatu latihan terhadap rasa saling
percaya dan mempercayai. Bila pengukuran manajemen bertujuan untuk menggerakkan
pekerja atau mendisiplinkan unjuk kerja yang buruk, latihan ini bukanlah
jawabannya. Manajemen dengan ancaman akan menuju pada kegagalan. Bila anggota
kelompok mengecam sistem pengukuran atau tidak mencapainya, tidak ada hasil
nyata yang diperoleh dan kondisi mungkin malah menjadi buruk. Oleh karena itu tahap
pertama dari konstruksi matrik adalah usaha membangun landasan kepercayaan yang
kuat (Riggs, 1976:648).
Kedua belah pihak telah saling
percaya dan saling mengerti mengenai kepentingan satu sama lain, ada 4 tahap
dalam mengembangkan matrik sasaran,
yaitu :
1. Pemilihan Kriteria
Kelompok kerja yang terlibat dalam segala jenis pekerjaan manufaktur,
pelayanan jasa atau mempunyai fungsi sebagai penopang keluaran organisasi
mempunyai karakteristik tertentu yang membedakan baik buruknya unjuk kerja.
Kriteria biasanya ditetapkan dalam bentuk rasio produktivitas konvensional yang
berbentuk keluaran dibagi pemasukan. Banyak jenis kriteria bagi kelompok
pekerja ilmu yang tidak bisa diukur secara kuantitatif. Tetapi pengukuran
keluaran diwakilkan kepada bentuk perilaku yang berpengaruh terhadap keluaran
dari unit serta dapat diukur
Beberapa contoh dari unjuk kerja (Riggs, 1976:649) antara lain :
a.
Kriteria pada perusahaan manufaktur
·
·
·
·
·
·
·
·
b.
Kriteria pada perusahaan jasa
c.
Kriteria hasil kerja kelompok
2. Menetapkan Nilai Skala
Skala unjuk kerja pada matriks
sasaran dimulai dari 0 sampai dengan 10 sehingga terdapat 11 tingkatan untuk
setiap kriteria. Penetapan sasaran tiap kriteria adalah bagian paling penting
dalam pembuatan skala, sebab sasaran memperlihatkan hasil produktivitas yang
dicapai oleh kelompok (Riggs, 1976:651).
a. Tingkat 0
Tingkatan paling rendah dalam unjuk kerja selama periode belakangan ini,
yaitu ketika sistem operasi telah ditetapkan sesuai dengan yang berlaku saat
ini misalkan setengah tahun yang lalu.
b. Tingkat 3
Hasil
yang menunjukan tingkat unjuk kerja pada kelompok kerja disaat pengukuran
pertama kali dilakukan.
c Tingkat
10
Target yang dicapai oleh perusahaan dengan sumber dan sistem yang telah
ada dan untuk perkiraan yang akan datang.
Tingkat 0 dan 3 mudah didefinisikan dengan jelas. Tingkat 10 adalah
tantangan. Target yang terlalu optimis akan mengendorkan semangat kelompok
kerja dan sasaran yang tertalu rendah akan menghalangi motivasi. Pengadaan
seorang fasilitator yang terlatih untuk membantu kelompok dalam menetapkan
tujuan akan berharga sekali untuk proses pembentukan matriks selanjutnya.
3. Penetapan Bobot Kepentingan Untuk Kriteria
Unjuk Kerja
Manajemen mempunyai tanggung jawab untuk menetapkan tingkat kepentingan
dari masing – masing kriteria yang dikembangkan oleh kelompok kerja. Faktor
pembobotan menggambarkan besarnya pengaruh masing – masing unjuk kerja terhadap
fungsi tujuan perusahaan berdasar manajemen.
Manajer diberi kesempatan untuk mengarahkan perhatian pada daerah yang
mereka rasakan mempunyai potensi yang paling besar bagi peningkatan
produktivitas. Kelompok yang ambisius biasanya memusatkan perhatian pada
kriteria yang mempunyai bobot yang paling besar. Misalnya bobot pengurangan
material terbuang adalah 2 kali lebih besar dari bobot jumlah keluaran per jam,
maka kelompok kerja cenderung untuk menghemat bahan.
Efisiensi dari pembobotan
dianjurkan untuk membagi 100 nilai antara kriteria terpilih, satu nilai
menganjurkan 1 %. Apabila nilai kriteria mempunyai nilai 40, maka nilai bobot
harus manerima perhatian dari kelompok kerja 40 % (Riggs, 1976:655).
4. Mengukur Indikator Produktivitas
Fase terakhir ini pengukuran
kelompok kerja adalah seluruh hasil pengukuran menjadi satu indikator unjuk
kerja. Secara periodik 1 kali dalam 1 bulan atau 3 bulan sekali kelompok
mengukur nilai produktivitas mereka. Nilai kriteria diubah menjadi nilai
keseluruhan berdasarkan bobot. Nilai tersebut merupakan indikator pencapaian
yang menunjukkan gabungan pencapaian dari unit kerja atau organisasi yang
sedang dimonitor
Indeks produktivitas didapat dengan
membagi selisih indikator pencapaian periode tertentu dan indikator pencapaian periode
sebelumnya dengan indikator periode sebelumnya. Nilai ini menunjukkan produktivitas
unit-unit kerja selama periode evaluasi.
Nilai indikator yang didapat dalam
pengukuran indeks produktivitas akan berubah bila tingkat skala atau bobot
berubah.
2.9.5
Penerapan Pengukuran
Produktivitas Kelompok
Pengukuran dengan menggunakan
metode matriks sasaran adalah pengukuran substitusi atau pengukuran pengganti
artinya tidak hanya mengukur pengeluaran aktual dari 1 unit masukan tetapi
mengukur karakteristik unjuk kerja yang dianggap mempengaruhi produktivitas
dari unit yang diukur.
Oleh sebab itu barang atau jasa
yang diproduksi hanyalah satu dari sekian banyak karakteristik total unjuk
kerja. Kriteria lain dapat pula membantu pengukuran klasik kuantitatif keluaran
dibagi jumlah jam kerja. Bila nilai dari seluruh kriteria telah dikumpulkan
menjadi satu nilai tunggal melewati proses pembobotan, hasil ini adalah
gambaran total indeks produktivitas untuk unjuk kerja unit tersebut. Sistem
pengukuran pengganti khususnya bermanfaat digunakan untuk mengukur
produktivitas pada kondisi dimana pengukuran dengan kondisi sulit dilakukan.
2.9.6
Format
Matrix Sasaran
Bentuk dari
matriks sasaran adalah sebagai berikut :
Tabel 2.1 Format
matriks sasaran
(Sumber : James
L Riggs,” Production System : Planning Analysis and Control”, 1976)
Format ini diisi untuk memperlihatkan aktivitas produksi dari sebuah
group dan untuk mengetahui unjuk kerja aktual selama periode tertentu yang
diperlihatkan pada masukan yang terletak di atas badan matriks.
Langkah pengembangan matriks, termasuk nilai dan perhitungannya
ditunjukan oleh 10 angka pada gambar dan penjelasannya adalah sebagai berikut :
1.
Kriteria utama dari aktivitas yang mempengaruhi
produktivitas diidentifikasikan untuk menghitung tiap karakter. Semua ini
dimasukan ke dalam kotak kriteria produktivitas.
2.
Tingkat unjuk kerja untuk setiap kriteria diukur untuk
mengetahui jangkauan nilai yang bersesuaian dengan skala 3 pada nilai
produktivitas.
3.
Basis terakhir dari matriks memperlihatkan tingkat
unjuk kerja yang ditolak, dalam matriks diberi nilai 0.
4.
Nilai – nilai matriks setelah basis ke-3 adalah urutan
langkah menuju pencapaian sasaran pengembangan produktivitas. Dibawah tingkat
ke-3 adalah tingkat penurunan. Setelah tiap kolom diselesaikan, tiap kriteria
diberikan satu selang nilai tertentu untuk tiap nilai dari 0 sampai 10. Input dari unit kerja dibutuhkan untuk
mengetahui nilai skor yang bersesuaian dengan kriteria produktivitas.
5.
Manajer menentukan pembobotan untuk tiap kriteria
dengan mempertimbangkan sasaran organisasi. Jumlah keseluruhan bobot ini adalah
100, dengan proporsi terbesar didistribusikan pada kriteria yang tingkat kepentingannya lebih tinggi.
6.
Setelah kriteria didefinisikan, selang nilai untuk tiap
tingkat penilaian ditetapkan dan bobot relatif tepat dialokasikan. Matriks
dapat digunakan tanpa modifikasi untuk evaluasi tiap periode. Baris yang
terletak di atas badan matriks menunjukan unjuk kerja aktual untuk semua
kriteria yang dimasukan untuk dievaluasi (Riggs,
1976:649).
- Nilai skor yang diasosiasikan dengan pengukuran unjuk kerja tiap periode dimasukan pada baris di bawah badan matriks. Nilai ini dengan mudah diidentifikasikan dengan melingkari selang nilai yang telah diukur.
- Nilai yang telah dibobot dihitung dengan cara mengalikan bobot dengan nilai dari kriteria.
- Nilai indikator produktivitas untuk periode tersebut adalah jumlah semua nilai kriteria yang telah dibobot, yaitu nilai total unjuk kerja untuk periode tertentu.
Sebuah indikator produktivitas, hanya bermanfaat bila dibandingkan dengan
nilai dari periode lain. Satu unit kerja tidak bisa dibandingkan dengan unit
kerja lainnya berdasarkan nilai skor, sebab kriteria masing – masing unit
berbeda dan kondisi operasionalnya bervariasi. Nilai bobot total dapat
diperlakukan sebagai indeks unjuk kerja dan digunakan untuk menilai
perkembangan dari waktu ke waktu atau indeks produktivitas dapat dihitung untuk
menghubungkan unjuk kerja dari satu periode ke periode selanjutnya, dengan
menggunakan formulasi (Riggs, 1976:655), sebagai berikut :
Indeks
Produktivitas =
Dimana : V2 = nilai yang dibobot
dari periode sekarang
V1 = nilai yang dibobot dari periode
sebelumnya
Semua kriteria yang mempengaruhi produktivitas unit kerja disajikan dalam
bentuk rasio. Hal ini mudah dilakukan karena semua proses pengerjaan telah
benar–benar mereka pahami. Kemudian kriteria yang dianggap tidak terlalu
berpengaruh dapat dihilangkan, demikian juga yang memberikan gambaran yang sama
dapat dipadukan.
Untuk meningkatkan nilai bagi tingkat ke-3, data dikumpulkan untuk
beberapa periode dan unjuk kerja selama periode tersebut dirata – ratakan,
kemudian tujuan ditetapkan untuk setiap kriteria. Berdasarkan pengalaman dan
data yang ada, dapat diketahui sasaran yang mungkin dicapai dalam waktu 1
sampai 2 tahun yang akan datang. Nilai ini lalu diletakan pada tingkat ke-10
sebagai target. Biasanya sasaran yang sempurna dituntut untuk kriteria
berkualitas, kedatangan dan ketepatan waktu.
Peningkatan indeks produktivitas tidak berarti bahwa telah terjadi
peningkatan pada semua kriteria produktivitas. Pekerja pada unit kerja dapat
memberi perhatian lebih pada kriteria tertentu dibanding lainnya, biasanya
disesuaikan dengan bobot kriteria. Dapat juga terjadi pertukaran nilai,
misalnya peningkatan kualitas terjadi bersamaan dengan penurunan keluaran
karena dilakukan lebih banyak pemeriksaan dan bisa juga mengakibatkan waktu
menganggur mesin meningkat karena perbaikan dilakukan dengan berhati – hati
supaya tidat terjadi kesalahan kebijaksanaan karena menitik beratkan pada unjuk
kerja yang sebenarnya tidak terlalu penting.
2.9.7 Tahap Pelaksanaan Dari Penerapan Matrix
Sasaran
Proses penerapan metode matriks sasaran tidak hanya terbatas dalam bentuk
matriks dan menghitung angka saja. Tugas dari pihak manajemen adalah mengorganisir
keseluruhan proses pengukuran. Tanpa perjanjian pihak manajemen tingkat atas
proses masih mungkin berjalan, tetapi umumnya tidak akan berhasil. Suatu cara
untuk menuju pada tercapainya perjanjian adalah dengan menugaskan manajer untuk
mengembangkan matriks awal atau utama untuk menajemen kerjanya. Matriks ini
adalah bentuk perencanaan bisnis dalam bentuk rasio dan menggunakan sasaran
akhir yang diletakan sebagai tujuan ke tingkat 10. Contoh dari sasaran akhir
ini misalnya mencapai ketepatan waktu pelayanan 100% atau mereduksi kesalahan
kerja sampai 10%. Sasaran ini berfungsi sebagai pedoman bagi pembentukan
matriks tingkatan lebih bawah dalam organisasi.
Dalam memperkenalkan matriks sasaran harus dilakukan dengan perlahan –
lahan dan juga harus secara keseluruhan dan lebih baik digunakan unit kerja
yang mudah diajak bekerja sama untuk mencoba menerapkan yang pertama kali.
Pertemuan pertama harus dirancang untuk meningkatkan kesadaran pekerja dengan
menekankan keuntungan-keuntungan yang akan didapatkan sebagai hasil dari
peningkatan produktivitas dan penggunaan sistem pengukuran ini. Ide mengenai
penghargaan non finansial yang akan diberikan kepada pekerja yang berhasil
meningkatkan produktivitas dapat menjadi pemicu bagi para pekerja di bidang
administrasi dan personalia.
Pemeriksaan matriks unit - unit
kerja yang berhubungan diperlukan bagi perbaikan – perbaikan selanjutnya yang
potensial, juga berguna untuk menentukan perubahan – perubahan arah yang
terjadi.
yang perlu
dikembangkan dalam pengembangan matriks sasaran, (Riggs, 1976:656) adalah :
- Sebuah kriteria utama seperti kualitas biasa saja membutuhkan rasio lebih dari 1. Rasio pada matriks utama tidak perlu dimasukan semua pada matriks unit kerja.
- Kriteria harus memperlihatkan kondisi dan aktivitas yang dapat dikendalikan oleh unit kerja.
- Kriteria harus mencerminkan kepuasan pelanggan. Tingkat ke-10 pada skala harus ditelaah lebih hati – hati, untuk menjaga konsistensi penilaian.
- Hubungan antara kriteria harus diperlihatkan ketika menetapkan tingkat ke-10 pada skala sasaran. Patokan untuk mencapai kenaikan jumlah produksi per jam dapat terwujud bila ekspektasi terhadap kualitas tidak terlalu tinggi katakanlah sebanyak 5%, jika diinginkan tingkat kegagalan lebih kecil dari 5% maka sasaran jumlah unit yang dihasilkan juga harus lebih rendah.
Setelah unit kerja memberikan matriks yang telah dilengkapi dengan rasio
kerja dan pihak manajemen telah menyetujui serta memberikan bobot, maka tahap
pengembangan dapat dimulai. Walaupun tujuan dari pengukuran unjuk kerja adalah
untuk meningkatkan produktivitas ini.
Dengan bantuan identifikasi dari kemungkinan pengembangan yang memberikan
harapan maka unit kerja dapat memperoleh pedoman untuk pengembangan.
Hasil yang didapat umumnya datang dari peningkatan yang kecil – kecil
seperti peningkatan kesadaran dalam menghemat bahan dan mempersingkat waktu.
Pengembangan dengan melakukan latihan –latihan untuk topik kreatif, analisis
masalah, pengumpulan data dan metode kerja.
Pengembangan dapat dilihat dari meningkatnya nilai pada matriks, juga
dapat dilihat dari cara pandang yang berkembang dan menurunnya ongkos atau
meningkatnya pendapatan. Peningkatan ini perlu diberi penghargaan. Performansi
dan motivasi diharapkan dapat meningkat dan memberikan bonus atau hal lain yang
menunjukan rasa penghargaan terhadap hasil yang diperoleh oleh seluruh anggota
kelompok dalam membentuk kesatuan kelompok dan motivasi.
Keberhasilan dari unit kerja dapat dilihat dari indikator indeks
pencapaian. Indeks pencapaian ini diperoleh dengan membagi perubahan yang
terjadi pada indikator selama periode waktu pengukuran dengan periode dasarnya.
Indikator pencapaian untuk setiap periode digabungkan dalam bentuk
grafik. Dan informasi ini disebarluaskan di seluruh lingkungan kerja perusahaan
sehingga seluruh pekerja dapat memantau proses yang sedang berjalan serta dapat
berpartisipasi dengan memberikan saran membangun bagi perbaikan dan peningkatan
produktivitas perusahaan.
2.9.8 Analisis
Evaluasi Produktivitas
Apabila masalah produktivitas telah dapat didefinisikan, seperti
produktivitas input tenaga kerja,
material, energi dan modal menurun atau tidak mencapai sasaran produktivitas
yang diharapkan, maka berbagai informasi penting yang berkaitan dengan masalah
itu perlu dikumpulkan. Berdasarkan kenyataan diatas, evaluasi produktivitas
harus dilakukan berdasarkan data pengukuran produktivitas yang telah dianalisis
dan disajikan melalui satu laporan produktivitas perusahaan.
Evaluasi terhadap suatu sistem produktivitas perusahaan harus mampu
menjawab apa yang menjadi akar penyebab dari penurunan produktivitas perusahaan
itu. Kita dapat menggunakan alat-alat sederhanan yang telah popular seperti :
Diagram pareto, diagram sebab akibat dan perbaikan produktivitas dengan
menggunakan 5W+H.
2.9.9
Pengertian Total Quality Control
(TQC)
Total Quality Control adalah
pelaksanaan dari konsep produktivitas dalam perusahaan, sebagai mutu sistem
manajemen untuk mencapai hasil secara efektif dan efisien. Sedangkan pusat
produktivitas nasional mendefinisikan TQC sebagai suatu sistem manajemen yang
mengikutsertakan seluruh pimpinan karyawan dari semua tingkatan jabatan secara
musyawarah untuk meningkatkan mutu serta produktivitas dan memberikan kepuasan
kepada pelanggan maupun karyawan.
Sebagai suatu sistem produktivitas yang didukung oleh semua faktor penunjang,
maka TQC adalah suatu sistem manajemen yang mengikutsertakan seluruh anggota
organisasi dengan penerapan teknik kendali mutu untuk mencapai tingkat produksi
yang optimal dengan cara yang efektif dan dengan efisiensi yang baik. TQC
menganut konsep bahwa kualitas akan tercapai secara ekonomis, efektif dan
efisien, hanya bila setiap proses produksi
barang/jasa dapat memberikan jaminan kualitas pada setiap pekerjaan.
Tujuan dari Total
Quality Control (Sinungan, 1997 :
120) adalah :
1. Terumuskan dan terlaksananya
kebijakan dan sasaran perusahaan
2. Peningkatan kerjasam dan
semangat karyawan.
3. Pengembangan kemampuan
karyawan.
Bila ketiga tersebut dapat diwujudkan, maka dapat diharapkan
terjadinya peningkatan produktivitas dan perbaikan titik impas (Break even point).
2.9.10 Tujuh macam alat-alat dalam Quality Control
1. Check
Sheet (lembar pemeriksaan)
Alat ini berupa lembar
pencatatan data secara mudah dan sederhana sehingga menghindari
kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dalam pengumpulan data tersebut. Check sheet ini berisi pertanyaan-pertanyaan yang dibuat
sedemikian rupa sehingga pencatat cukup memberikan keterangan seperlunya.
2. Histogram
Merupakan diagram batang
yang berfungsi untuk menggambarkan bentuk distribusi sekumpulan data yang biasanya berupa karakteristik mutu. Dibuat
dengan cara membentuk terlebih dahulu tabel frekuensinya, kemudian diikuti
dengan perhitungan statistik, baru kemudian memplot data kedalam histogram.
Hasil plot data akan memudahkan kecenderungan sekelompok data.
3. Diagram Pareto
Diagram/grafik yang
menjelaskan hirarki dari masalah-masalah yang timbul, sehingga berfungsi untuk
menentukan prioritas penyelesaian masalah. Prioritas perbaikan untuk mengatasi
permasalahan dilakukan dengan memulai pada masalah dominan yang diperoleh dari
diagram pareto ini. Setelah diadakannya perbaikan dapat dibuat diagram
pareto baru membandingkan dengan kondisi sebelumnya.
4. Diagram Sebab-Akibat (Cause-effect Diagram)
Merupakan suatu diagram
yang digunakan untuk mencari semua unsur penyebab yang diduga dapat menimbulkan
masalah tersebut.
5. Stratifikasi
Mengelompokan kumpulan
data (data kerusakan, fenomena, sebab-sebab, dsb) kedalam kelompok-kelompok
yang mempunyai karakteristik sama.
6.
Diagram Tebar (Scatter Diagram)
Menggambarkan hubungan antara dua faktor dengan memplot data dari kedua
faktor tersebut pada suatu grafik untuk menentukan korelasi antara suatu sebab dengan akibatnya.
7. Grafik dan Peta Kendali (Graph and Control Chart)
Bentuk penyajian data
yang terdiri dari garis-garis yang menghubungkan dua besaran tertentu. Grafik
terdiri dari tiga jenis yaitu : garis (Line
Graph), batang (Bar Graph), lingkaran
(Circle Graph), dan peta kendali.
2.9.11 Perbaikan Produktivitas
Setelah melakukan
pengukuran produktivitas, evaluasi produktivitas, perencanaan produktivitas dan
selanjutnya melakukan perbaikan produktivitas. Upaya perbaikan perlu dilakukan
untuk dapat meningkatkan produktivitas perusahaan serta diusahakan perbaikan
tersebut dapat dirumuskan secara spesifik, tegas, jelas, dan dapat diukur.
No comments:
Post a Comment