Saturday, February 7, 2015

Teknik Industri : Produktivitas




2.1              Pengertian Produktivitas     
            Istilah produktivitas mempunyai arti yang berlainan untuk setiap orang. Misalnya saja berarti lebih banyak hasil dengan mempertahankan biaya tetap, mengerjakan segala sesuatu dengan benar, bekerja lebih cerdik dan lebih keras, mengoperasikan secara otomatis untuk mendapatkan hasil yang lebih cepat dan lebih banyak dan sebagainya.
            Istilah produktivitas berbeda dengan produksi walaupun hal ini dianggap sama oleh sebagian orang. Produksi adalah suatu kegiatan yang berhubungan dengan hasil keluaran dan umumnya dinyatakan sebagai volume produksi, sedangkan produktivitas berkenaan dengan efisiensi penggunaan sumber dalam menghasilkan barang atau jasa, atau dengan kata lain produktivitas adalah suatu tingkat perbandingan antara keluaran dan masukan.
            Istilah atau kata produktivitas pada awalnya muncul sekitar tahun 1766 dalam artikel yang berjudul “The school of physiocraft” oleh Francois Quesnay, seorang ekonom Perancis. Sedangkan produktivitas sebagai konsep dengan keluaran dan masukan sebagai elemen utama, pertama kali dicetuskan oleh David Ricardo sekitar tahun 1810. inti konsepnya adalah bagaimana keluaran akan berubah apabila besaran masukan berubah.
            Konsep produktivitas perlu diketahui agar kita tidak salah dalam mengartikan hasil yang dicapainya. Definisi-definisi produktivitas menurut sebagaian para ahli dapat dilihat dibawah ini :
  1. Peter F Drucker mengemukakan definisi bahwa : “Produktivitas adalah keseimbangan antara seluruh faktor-faktor yang akan memberikan keluaran yang banyak melalui pengeluaran yang lebih hemat”,
  2. Paul Mali mengemukakan definisi bahwa : “Produktivitas adalah ukuran yang menyatakan beberapa efisien sumber yang digunakan bersama didalam organisasi untuk memperoleh sekumpulan hasil”,
  3. Organization For European Economic Coorporation pada tahun 1950 mengajukan definisi produktivitas sebagai berikut : “Produktivitas adalah rasio antara keluaran dengan salah satu dari faktor-faktor produksi, yaitu modal, investasi, atau bahan baku”.
  4. Konferensi OSLO pada tahun 1984 mengemukakan definisi bahwa : “Produktivitas adalah suatu konsep yang bersifat universal yang bertujuan untuk menyediakan lebih banyak barang dan jasa untuk lebih banyak manusia, dengan menggunakan sumber-sumber riil yang makin sedikit”.
  5. Jackson Grayson mengemukakan definisi bahwa : “Produktivitas adalah sesuatu yang diperoleh melalui kegiatan tertentu dari sesuatu yang dimasukkan”.
  6. Dewan Produktivitas Nasional mendefinisikan bahwa : “Produktivitas mengandung pengertian perbandingan antara hasil yang dicapai dengan keseluruhan sumber daya yang digunakan untuk itu”.

Dari definisi-definisi tersebut dapat dipisahkan menjadi dua pengertian. Pengertian pertama adalah menyatakan bahwa produktivitas berhubungan dengan suatu kumpulan-kumpulan hasil-hasil. Didalam pengertian ini menunjukkan efektivitas dalam mencapai suatu tujuan. Sedangkan pengertian kedua menyatakan bahwa produktivitas berhubungan dengan penggunaan sumber daya. Pengertian ini menunjukkan jumlah, tipe, dan tingkat dari sumber daya yang dibutuhkan atau menunjukkan suatu efesiensi dalam menggunakan sumber-sumber daya yang digunakan.
Efektivitas adalah ukuran keberhasilan dalam mencapai tujuan dan Efisiensi adalah ukuran kehematan penggunaan sumber. Produktivitas dicapai dengan hasil yang sebesar mungkin dengan memakai sumber-sumber sehemat mungkin. Hubungan ketiganya adalah sebagai berikut :
Indeks Produktivitas   =
                                    =
                                   =
            Sebenarnya kombinasi diatas tidak sepenuhnya benar, karena dari persamaan di atas seolah-olah menunjukkan bahwa produktivitas dapat ditingkatkan dengan menurunkan efisiensi. Hal ini tentu saja tidak logis. Mungkin ini dapat dihindari dengan menyatakan indeks produktivitas sebagai berikut (Sumanth ,1985 : 6):
dimana f dan F adalah fungsi-fungsi tertentu.
Dari definisi diatas, secara umum dapat dikatakan bahwa produktivitas adalah perbandingan dari beberapa keluaran dengan beberapa masukan. Yang dimaksud dengan Keluaran adalah hasil yang dimanfaatkan bagi manusia yang diperoleh melalui suatu kegiatan yang bentuknya dapat berupa barang atau jasa. Sedangkan yang dimaksud dengan Masukan adalah sumber-sumber yang digunakan untuk memperoleh hasil tersebut.
            Dengan demikian, meningkatkan produktivitas dengan memperbesar rasio produktivitas dapat dicapai dengan :
1.       Pengurangan pengggunaan sumber daya untuk memperoleh jumlah produksi yang sama. Dalam hal ini perusahaan menambah keluaran produksinya, tetapi sumber-sumber yang digunakan lebih irit dengan menghilangkan segala macam pemborosan.
2.       Penggunaan jumlah sumber daya yang sama untuk memperoleh jumlah produksi yang lebih besar. Dalam hal ini peningkatan produktivitas dicapai dengan bekerja lebih cerdik dengan memanfaatkan faktor-faktor produksi semaksimal mungkin.
3.       Penggunaan jumlah sumber daya yang lebih besar untuk memperoleh jumlah produksi yang jauh lebih besar lagi. Dalam hal ini perusahaan tumbuh dan berkembang yang dicirikan melalui hasil penjualan dan produksi yang terus membesar dibandingkan dengan penambahan investasi dan biaya-biaya yang telah dikeluarkan.
4.       Pengurangan jumlah produksi dengan pengurangan jumlah sumber daya yang jauh lebih besar. Dalam hal ini perusahaan mengalami jumlah penurunan jumlah penjualan atau produksi sehingga penggunaan sumber-sumber dan biaya harus lebih diperketat lagi.
5.       Pengunaan sumber daya untuk memperoleh jumlah produksi yang lebih besar. Dalam hal ini peningkatan produktivitas dicapai apabila perusahaan mengerahkan seluruh kemampuan dengan bekerja lebih efektif dalam menghasilkan keluaran sementara biaya-biaya yang dikeluarkan ditekan serendah mungkin.       
Dari beberapa definisi diatas, terlihat bahwa pengertian produktivitas memang bermacam-macam, tergantung dimana dipergunakannya dan dalam konteks apa.

2.2              Ruang Lingkup Produktivitas
Pandangan tentang produktivitas untuk keperluan definisi dan pemakaian tidaklah sama dan konsisten. Menurut David J Sumanth ada empat ruang lingkup produktivitas, yaitu :
1.      Ruang  Lingkup Nasional
         Memandang negara secara keseluruhan. Disini diperhitungkan faktor-faktor secara sederhana seperti buruh, modal, manajemen, bahan mentah dan sumber-sumber lainnya sebagai keluaran yang mempengaruhi barang-barang dan jasa.
         Pada lingkup nasional ini, estimasi dari pengukuran produktivitas ini digunakan untuk meramalkan pendapatan nasional dan keluaran nasional pada suatu waktu. Produktivitas digunakan untuk membandingkan kekuatan kompetisi dari beberapa industri pada situasi ekonomi nasional yang berbeda.
         Produktivitas pada lingkungan nasional digunakan sebagai indeks pertumbuhan, terutama produktivitas tenaga kerja. Kenaikan produktivitas nasional tenaga kerja menggambarkan jumlah barang dan jasa yang tinggi per pekerja dibandingkan sebelumnya, sehingga merupakan potensitas pendapatan nyata per pekerja yang tinggi. Negara yang mempunyai tingkat upah yang tinggi cenderung mempunyai produktivitas tenaga kerja yang tinggi.
         Produktivitas merupakan faktor penting yang mempengaruhi harga dan upah. Kenaikan upah nyata pada beberapa negara berkaitan erat dengan besarnya kenaikan produktivitas tenaga kerja dinegara tersebut. Kenaikan pada produktivitas tenaga kerja atau parsial lainnya biasanya menyebabkan turunnya ongkos sehingga upah dapat ditingkatkan.
2.      Ruang Lingkup Industri
    Disini faktor-faktor yang mempengaruhi dan berhubungan dikelompokkan dalam kelompok industri yang sama, misalnya industri penerbangan, minyak, baja, pendidikan, kesehatan, transportasi dan lain sebagainya. Pengukuran produktivitas lingkup industri mempunyai keuntungan sebagai berikut :
-          Sebagai indikator ekonomi
-          Sebagai analisis tenaga kerja yang meliputi perubahan penggunaan tenaga kerja, proyeksi tenaga kerja masa yang akan datang, kecenderungan ongkos tenaga kerja, dan pengaruh teknologi maju.
-          Sebagai analisis unjuk kerja perusahaan dengan membandingkan industri yang sejenis.
-          Sebagai peramalan pola pertumbuhan industri dan kondisi masa yang akan datang.
3.      Ruang Lingkup Perusahaan atau Organisasi.
         Dalam suatu perusahaan atau organisasi ada pengaruh hubungan antar faktor. Produksi yang dibuat dapat diukur dan dapat dibandingkan dengan keadaan sebelumnya atau dibandingkan dengan perusahaan lainnya untuk meraba efisiensi perusahaan tersebut.
         Kemampuan laba, tingkat pengembalian modal, atau pemenuhan anggaran dapat memberikan ukuran bagaimana semua sumber diolah dapat memberikan ukuran bagaimana sumber-sumber diolah untuk sampai pada keluaran. Dalam suatu organisasi produktivitas tidak ditentukan dari bagaimana keras dan baiknya buruh bekerja.

4.      Ruang Lingkup Perseorangan.
              Produktivitas perseorangan ditentukan oleh lingkungan kerja serta ketersediaannya alat, proses, dan perlengkapan. Disini timbul faktor baru yang tidak dapat diukur mudah, yaitu motivasi. Motivasi sangat dipengaruhi oleh kelompok dimana individu termasuk, pengaruh kelompok dengan kelompok lain, dan alasan mengapa seseorang bekerja.

2.3              Jenis-jenis Produktivitas
Pendefinisian produktivitas dapat bermacam-macam bergantung pada konteks apa ia dibicarakan, apakah ahli ekonomi, akuntan, manajer, politikus, atau ahli teknik industri. Namun demikian pada dasarnya ada tiga jenis dasar produktivitas (Sumanth, 1985 : 7), yaitu :
1.      Produktivitas Parsial
Produktivitas parsial adalah rasio keluaran terhadap salah satu faktor masukan. Sebagai contoh: produktivitas tenaga kerja (rasio keluaran terhadap masukan tenaga kerja), produktivitas modal (rasio keluaran terhadap masukan modal), dan produktivitas bahan (rasio keluaran terhadap masukan bahan).
2.      Produktivitas Total Faktor
Produktivitas dua faktor adalah rasio keluaran bersih terhadap jumlah masukan faktor tenaga kerja dan faktor modal. Yang dimaksud dengan keluaran bersih adalah keluaran total dikurangi jumlah barang dan jasa yang dibeli.
3.      Produktivitas Total
Produktivitas total adalah rasio keluaran total terhadap semua faktor masukan. Dengan demikian, pengukuran produktivitas total mencerminkan pengaruh bersama dari semua masukan dalam menghasilkan keluaran.

2.4         Siklus Produktivitas.
Program Produktivitas bukanlah suatu program yang sekali jalan, akan tetapi merupakan program yang berkesinambungan. David J. Sumanth mengemukakan konsep siklus produktivitas yang dikenal sebagai siklus MEPI.
Konsep ini terdiri dari empat tahap yang saling berkaitan dan berkesinambungan (Sumanth, 1984:47),  yaitu :
1.      Productivity Measurement (Pengukuran Produktivitas)
2.      Productivity Evaluation (Evaluasi Produktivitas)
3.      Productivity Planning (Perencanaan Produktivitas)
4.      Productivity Improvement (Perbaikan Produktivitas).
Keempat unsur diatas merupakan suatu siklus yang harus dilakukan berkesinambungan dan berulang guna mendapatkan manfaat yang optimal. Secara skematis dapat digambarkan seperti gambar dibawah ini:
Gambar 2.1. Siklus Produktivitas
(Sumber : David J. Sumanth, 1985 “Productivity Engineering and Management”, p:48)

Berdasarkan siklus produktivitas, secara formal program peningkatan produktivitas harus dimulai melalui pengukuran produktivitas dari sistem industri itu sendiri. Untuk keperluan ini berbagai teknik pengukuran dapat dipergunakan dan dikembangkan dari memilih indikator pengukuran yang sederhana sampai yang lebih kompleks dan komprehensif. Pengukuran ini dilakukan pertama kali untuk memberikan hasil atau informasi kepada kita, sejauh mana tingkat penurunan atau kenaikan produktivitas yang ada pada perusahaan tersebut.
Apabila produktivitas dari sistem industri tersebut telah diukur, langkah berikutnya adalah mengevaluasi tingkat produktivitas aktual (hasil pengukuran) itu untuk dibandingkan dengan rencana/tujuan yang telah ditetapkan. Kesenjangan yang terjadi antara tingkat produktivitas aktual dengan rencana (productivity gap) merupakan masalah produktivitas yang harus dievaluasi dan dicari akar penyebabnya yang dapat menimbulkan kesenjangan tersebut. Berdasarkan evaluasi ini, selanjutnya dapat direncanakan kembali target produktivitas yang akan dicapai baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Untuk mencapai target produktivitas yang telah direncanakan itu, berbagai program formal dapat dilakukan untuk meningkatkan produktivitas secara kontinyu. siklus produktivitas tersebut diulang kembali secara terus-menerus untuk mencapai peningkatan produktivitas yang terus-menerus dalam sistem industri.

2.5      Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas
Secara garis besar ada 12 faktor yang mempengaruhi naik turunnya produktivitas (Sumanth, 1985 : 25), yaitu :
1.       Investasi, besar kecilnya akan menentukan modal usaha dan akan berpengaruh terhadap usaha untuk mempromosikan produk, market share atau penggunaan kapasitas.
2.       Rasio kapital Buruh, bila rasio tinggi dapat juga diartikan bahwa perusahaan memakai teknologi tinggi, sehingga jumlah produksi per unit waktu meningkat.
3.       Penelitian dan Pengembangan, dengan menghasilkan inovasi-inovasi yang dapat memperbaiki keadaan produksi di pabrik.
4.       Pemakaian Kapasitas, besar kecilnya keluaran per jam ditentukan oleh persentase pemakaian kapasitas.
5.       Peraturan pemerintah, berguna untuk mengatur keseimbangan pencapaian sasaran industri dan sasaran sosial yang umumnya selalu bertentangan.
6.       Umur pabrik dan peralatan, tingkat rata-rata umur pabrik dan peralatan yang semakin tinggi menandakan adanya usaha modernisasi peralatan masih tetap dilakukan.
7.       Ongkos energi.
8.       Kerja kelompok, dengan adanya pergeseran struktur pekerja dari pekerja pabrik menjadi pekerja yang mengandalkan pengetahuan maka semakin dibutuhkan adanya kerjasama, keterampilan, dan keahlian.
9.       Etika kerja, penghargaan terhadap waktu semakin tinggi, sehingga pemanfaatan waktu harus se-produktif mungkin.
10.    Ketakutan pekerja akan kehilangan pekerjaannya.
11.    Pengaruh serikat buruh, pengaruh serikat sangat kuat sehingga memerlukan adanya pengertian terutama dalam tuntutan kenaikan gaji.
12.    Manajemen, merupakan faktor dominan, terutama dalam proses perencanaan dan penjadwalan, kejelasan instruksi pada tenaga kerja dan pengaturan beban kerja yang tepat.

2.6    Penyebab Penurunan produktivitas
Dalam bukunya “Improving Total Productivity”, Paul Mali menjelaskan sebab-sebab yang megakibatkan turunnya produktivitas, yaitu :
1.       Penghamburan pemakaian sumber-sumber yang disebabkan karena ketidakmampuan dalam mengukur, mengevaluasi, dan mengatur produktivitas para pekerja perkantoran yang semakin berkembang.
2.       Meningkatnya inflasi yang disebabkan oleh pemberian imbalan dan pembagian keuntungan tanpa diimbangi dengan peningkatan produktivitas.
3.       Melonjaknya biaya karena keinginan organisasi untuk berekspansi, sehingga mengurangi pertumbuhan.
4.       Terjadinya penundaan dan keterlambatan dalam pengambilan keputusan karena ketidakjelasan wewenang serta ketidakefisienan dalam suatu organisasi yang sangat besar.
5.       Motivasi yang rendah karena bertambahnya para pekerja baru yang mempunyai latar belakang kehidupan yang berkecukupan dengan segala sikap yang baru.
6.       Pengiriman peralatan yang terlambat karena terganggunya jadwal yang diakibatkan kurangnya persediaan.
7.       Adanya pertentangan dan kesulitan bagi orang dalam bekerja sama yang tidak dapat dipecahkan, yang mengakibatkan organisasi bekerja kurang efektif.
8.       Keinginan dan hak manajemen untuk meningkatkan produktivitas dibatasi dengan munculnya peraturan-peraturan yang tidak sesuai lagi dengan kondisi saat sekarang ini.
9.       Ketidakpuasan dan kebosanan dalam bekerja yang diakibatkan oleh semakin terspesialisasi dan terbatasnya proses pekerjaan.
10.   Kesempatan dan penemuan baru mengalami penurunan karena pengaruh perubahan teknologi yang cepat dan membesarkan biaya.
11.   Kemampuan para pelaksana menjadi tidak terpakai atau usang, karena ketidak mampuan untuk mengikuti kecepatan perkembangan informasi dan ilmu pengetahuan.
12.   Disiplin tentang waktu dikacaukan oleh adanya keinginan untuk mempunyai waktu luang yang lebih banyak.

2.7     Alat – Alat  Evaluasi Penyebab Penurunan   Produktivitas.
Evaluasi terhadap sistem produktivitas perusahaan harus mampu menjawab apa yang menjadi akar penyebab dari penurunan produktivitas perusahaan itu. Berkaitan dengan hal ini kita dapat menggunakan alat – alat sederhana yang telah populer seperti : brainstorming, five whys, diagram pareto, dan diagram sebab-akibat.
Alat–alat seperti diatas, sangat penting untuk dipergunakan untuk menentukan akar penyebab penurunan produktivitas perusahaan, adapun alat-alat tersebut (Gasperz, 2000:71),yaitu :
1.      Brainstorming
Brainstorming membantu membangkitkan ide–ide alternatif dan persepsi dalam suatu tim kerja yang bersifat terbuka dan bebas. Brainstorming dapat digunakan berkaitan dengan hal – hal berikut :
·         Menentukan penyebab yang mungkin dari penurunan produktivitas perusahaan dan solusi terhadap masalah produktivitas itu.
·         Memutuskan masalah produktivitas apa yang perlu diselesaikan.
·         Anggota tim merasa bebas untuk berbicara dan menyumbangkan ide – ide mereka.
·         Menginginkan untuk menjaring sejumlah besar persepsi alternatif.
·         Kreatifitas merupakan karakteristik outcome yang diinginkan.
·         Fasilitator dapat secara efektif mengelola tim.

Langkah – langkah pelaksanaan Brainstorming :
·         Menyatakan pernyataan masalah produktivitas secara jelas.
·         Semua anggota kelompok harus berpikir dan membuat catatan.
·         Setiap ide dari anggota kelompok diminta memberikan ide dan tidak boleh ada 1 pun anggota kelompok yang tidak memberikan ide.
·         Setiap ide dari kelompok dicatat tanpa memberi komentar.
·         Setiap anggota kelompok menyiapkan suatu ranking dari ide-ide yang diterima itu.
·         Ranking idividual terhadap ide – ide itu diperbandingkan,
·         Memprioritaskan untuk memilih ide – ide terbaik dari berbagai ide terbaik berbagai ide yang dikemukakan itu.
2.         Bertanya Mengapa Beberapa Kali (Five Ways)
Konsep bertanya mengapa beberapa kali dapat digunakan untuk menemukan akar penyebab dari suatu masalah yang berkaitan dengan produktivitas perusahaan.
Bertanya mengapa beberapa kali akan mengarahkan kita terhadap akar penyebab masalah sehingga tindakan yang sesuai pada akar penyebab masalah yang ditemukan itu akan menghilangkan masalah.
3.         Diagram Pareto
Diagram pareto adalah grafik batang yang menunjukan masalah berdasarkan urutan banyaknya kejadian. Masalah yang sering terjadi ditunjukan oleh diagram grafik pertama yang tertinggi serta ditempatkan pada sisi paling kiri dan seterusnya sampai masalah yang paling sedikit terjadi ditunjukan oleh grafik batang terakhir yang terendah serta ditempatkan pada sisi paling kanan.
Pada dasarnya Diagram Pareto dapat digunakan sebagai alat interpretasi untuk :
·         Menentukan frekuensi relatif dan urutan pentingnya masalah-masalah atau penyebab-penyebab dari maslah yang ada.
·         Memfokuskan perhatian-perhatian pada isu-isu kritis dan penting melalui pembuatan rangking terhadap masalah-masalah atau penyebab dari maslah itu dalam bentuk yang signifikan.
Langkah – langkah membuat diagram pareto :
A.      Menentukan masalah apa yang akan diteliti, mengidentifikasi penyebab – penyebab dari masalah yang akan diperbandingkan. Setelah itu merencanakan dan mengumpulkan data.
·         Menentukan masalah yang akan diteliti.
·         Menentukan data apa yang diperlukan dan bagaimana mengklasifikasikan atau mengkategorikan data tersebut.
·         Menentukan metode dan periode pengumpulan data, termasuk dalam hal ini adalah menentukan unit pengukuran dan periode waktu yang diuji.
B.      Membuat suatu ringkasan dasar atau tabel yang mencatat frekuensi kejadian dari masalah yang telah diteliti menggunakan formulir pengumpulan data atau lembar periksa.
C.      Membuat daftar masalah secara berurut berdasarkan frekuensi kejadian dari yang tertinggi sampai yang terendah, serta hitunglah frekuensi komulatif, persentase dari total kejadian dan presentase dari total kejadian secara komulatif.
D.      Menggambarkan 2 buah garis horizontal dan 1 buah garis vertikal.
·         Garis Vertikal
1.      Garis vertikal kiri : pada garis ini buatlah skala dari nol sampai total keseluruhan dari kerusakan.
2.      Garis vertikal kanan : pada garis ini buatlah skala dari 0% sampai 100%.
·         Garis Horizontal
Bagilah garis ini dalam banyaknya interval sesuai dengan banyaknya item masalah yang diklasifikasikan.
E.    Buatkan histogram pada diagram pareto.
F.     Gambarkan kurva komulatif serta cantumkan nilai–nilai komulatif (total komulatif atau persen komulatif) di sebelah kanan atas interval setiap item masalah.
G.    Memutuskan untuk mengambil tindakan perbaikan atas penyebab utama dari masalah yang sedang diuji itu. Untuk mengetahui akar penyebab dari suatu masalah kita dapat menggunakan diagram sebab-akibat atau bertanya mengapa beberapa kali.
4.      Diagram Sebab – Akibat.
Diagram sebab-akibat yaitu suatu diagram yang menunjukan hubungan antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan manajemen produktivitas total, diagram ini dipergunakan untuk menunjukan faktor – faktor penyebab (sebab) penurunan produktivitas dan karakteristik produktivitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor – faktor penyebab itu. Diagram ini sering juga disebut diagram tulang ikan.
Pada dasarnya, diagram sebab-akibat dapat digunakan untuk kebutuhan sebagai berikut :
·         Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah produktivitas.
·         Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah produktivitas.
·         Membantu penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut berkaitan dengan masalah produtivitas itu.
Langkah-langkah pembuatan diagram sebab akibat :
1.      Dapatkan kesepakatan tentang masalah produktivitas yang terjadi dan ungkapkan masalah produktivitas itu sebagai suatu pertanyaan masalah.
2.      Bangkitkan sekumpulan penyebab yang mungkin menggunakan teknik brainstorming berkaitan dengan masalah produktivitas yang sedang dihadapi.
3.      Gambarkan diagram sebab-akibat dengan pertanyaan masalah ditempatkan pada sisi kanan.
4.      Tetapkan setiap penyebab dalam kategori utama yang sesuai melalui penempatan pada cabang yang sesuai.
5.      Untuk setiap penyebab yang mungkin bertanya mengapa ? kemudian daftarkanlah akar-akar penyebab tersebut pada cabang yang sesuai dengan kategori utama.
6.      Interpretasikan diagram sebab akibat itu dengan cara melihat penyebab-penyabab yang muncul secara berulang, kemudian dapatkan konsensus tentang penyebab itu.
7.      Terangkan hasil analisis menggunakan diagram sebab akibat

Bentuk umum dari diagram sebab akibat adalah sebagai berikut :

  Gambar



2.2 Bentuk umum diagram sebab akibat. 
(Sumber : Vincent Gaspersz, “Manajemen Produktivitas Total”, 2000)

2.8          Model - Model Pengukuran Produktivitas
2.8.1       Model Pengukuran Finansial
Merupakan model pengukuran dengan dasar finansial di mana indikator produktivitas ditrasformasikan secara finansial. Model – model dibawah ini sebagian telah diterapkan untuk mengukur produktivitas perusahaan di Indonesia, model – model tersebut adalah :
1.       Model Marvin E.Mundel
Marvin E.Mundel (1976) mengemukakan dua bentuk pengukuran indeks produktivitas, yaitu :
dimana :
AOMP                        = Output untuk periode yang diukur
AOBP                         = Output untuk periode dasar
RIMP              = Input-input untuk periode yang diukur
RIBP               = Input-input untuk periode dasar.

Dari dua bentuk pengukuran Indeks Produktivitas (IP) yang dikemukakan oleh Marvin E. Mundel tampak bahwa pada dasarnya kedua bentuk pengukuran itu adalah serupa, kita dapat menggunakan salah satu formula dalam penerapan pengukuran produktivitas pada tingkat perusahaan. Formula kesatu pada dasarnya merupakan rasio antara indeks performansi untuk periode pengukuran dan indeks performansi periode dasar, sedangkan formula kedua pada dasarnya merupakan rasio antara indeks output dan indeks input. Dengan demikian model di atas (Sumanth, 1985 : 110) dapat dinyatakan sebagai berikut :
 
Pada dasarnya model Mundel merupakan suatu model pengukuran produktivitas yang berdasarkan pada konsep-konsep dalam bentuk teknik industri bersama definisi-definisi ongkos dalam akutansi biaya. Model ini mensyaratkan bahwa perusahaan yang akan diukur produktivitasnya itu mempunyai waktu-waktu standar untuk bekerja (operation time standard), suatu syarat yang masih sulit dipenuhi oleh kebanyakan perusahaan di Indonesia.

2.     Model Craig-Harris
Craig-Harris mendefinisikan pengukuran produktivitas total adalah sebagai berikut :
dimana :
L       =  Faktor masukan tenaga kerja
C      =  Faktor masukan Modal
R      =  Faktor masukan alat
Q      =  Faktor masukan lain pada barang dan jasa
OT    =  Output Total

3.    Model David J. Sumanth (MPT)
MPT ini dikembangkan oleh David J. Sumanth untuk lingkup perusahaan dengan mempertimbangkan seluruh faktor masukan dalam menghasilkan keluaran. Model ini disamping dapat diterapkan pada perusahaan manufaktur juga dapat diterapkan pada perusahaan jasa.
Model produktivitas total (Sumanth, 1985:153) dinyatakan sebagai berikut :
Dimana Total keluaran meliputi : nilai unit produk jadi, nilai unit produk setengah jadi, bunga, dan pendapatan lainnya. Sedangkan Total masukan meliputi : nilai tenaga kerja, nilai bahan, nilai energi, biaya lainnya, dan nilai kapital.
Arti tangible berarti dapat diukur. Sebagai contoh: Mobil yang dirakit, jumlah cek yang diproses, ton baja yang dihasilkan. Perlu dicatat bahwa keluaran disini berarti semua keluaran yang diproduksi, dan masukan berarti semua sumber daya yang dikonsumsi atau dikeluarkan untuk menghasilkan keluaran ini. Baik keluaran maupun masukan dinyatakan dalam nilai uang konstan dari periode dasar (referensi), misalnya masukan manusia dan energi dapat dinyatakan dalam jam orang dan kilowatt jam. Lebih jauh lagi jika perusahaan memproduksi lebih dari satu jenis produk, misalnya : Baja (dalam ton), dan sepatu (dalam jumlah pasang), keluaran tidak dapat dinyatakan sebagai ton baja + pasang sepatu. Namun, nilai produk-produk tadi dapat dinyatakan dalam rupiah periode dasar, yang dapat saling dijumlahkan.

4.    Model APC
Pusat Produktivitas Amerika (The American Productivity Center, APC) telah mengemukakan ukuran produktivitas (Sumanth, 1985:105) yang didefinisikan sebagai berikut :
Dari ukuran produktivitas yang dikemukakan APC tampak adanya hubungan profitabilitas dengan produktivitas dan faktor perbaikan harga. Rasio produktivitas memberikan suatu indikasi penggunaan sumber-sumber dalam menghasilkan output perusahaan.
Dalam model APC kuantitas Output dan Input setiap tahun digandakan dengan harga-harga tahun dasar untuk menghasilkan indeks produktivitas. Harga-harga dan biaya per unit setiap tahun digandakan dengan kuantitas output dan input pada tahun tertentu akan menghasilkan indeks perbaikan harga pada tahun itu. Dengan diketahui indeks produktivitas dan indeks perbaikan harga, maka indeks profitabilitas adalah :
Indeks Profitabilitas = Indeks Produktivitas x Indeks perbaikan harga
Atau :
Indeks perbaikan harga menunjukkan perubahan dalam biaya input terhadap harga output perusahaan.
Dalam model ini, biaya perunit tenaga kerja, material dan energi dihitung atau ditentukan secara langsung. Sedangkan perhitungan input modal ditentukan berdasarkan depresiasi total  ditambah keuntungan relatif terhadap harga total (harta tetap + harta lancar) yang digunakan, dengan demikian input modal untuk periode tertentu (Sumanth, 1985:107) adalah :
Input modal periode tertentu = depresiasi periode itu + ROA x Harta                        digunakan

5.      Model Hendrick-Creamer
J.W. Kendrick dan D. Creamer pada tahun 1965 memperkenalkan penggunaan angka indeks produktivitas pada tingkat perusahaan. Indeks Produktivitas total untuk periode tertentu (Sumanth, 1985 : 99) diukur sebagai berikut :

Selisih antara output periode tertentu dalam harga periode dasar dan input dalam harga dasar menunjukkan peningkatan atau penurunan produktivitas pada periode itu. Peningkatan atau penurunan produktivitas dapat dilihat berdasarkan selisih antara output dan input total.

6.      Model Habberstad dan Pospac
Model ini merupakan gabungan dari beberapa ukuran produktivitas parsial yang masing-masing akan menggambarkan produktivitas sebagai kelompok aktivitas didalam perusahaan. Model ini berisi beberapa tindakan perbaikan produktivitas yang diklasifikasikan kedalam enam kelompok yang masing-masing kelompok menunjang kepada perbaikan suatu jenis produktivitas didalam perusahaan. Dengan demikian terdapat enam jenis produktivitas yang harus dinaikkan oleh perusahaan yaitu :
·         Pengukuran Produktivitas Tenaga Kerja
Gross Margin = Penjualan bersih – Harga pokok penjualan (HPP)
Total Wages = Biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja
·         Produktivitas Modal
Turn Over = Penjualan bersih
Total Capital Employed = Total aktiva perusahaan
·         Produktivitas Produksi
Produktivitas Produksi = Capital Utilization
·         Produktivitas Organisasi
Added Value = Penjualan bersih – biaya eksternal
Cost of Administration = Biaya Administrasi
·         Produktivitas Penjualan
Gross Margin = Laba bersih setelah pajak
Total sales cost = Total biaya penjualan
·         Produktivitas Produk
Gross Margin = laba kotor (sebelum pajak)
Direct Product Cost = Biaya langsung yang digunakan dalam    proses produksi produk tersebut.

2.8.2      Model Pengukuran Fisik
 Adalah model pengembangan pengukuran produktivitas dengan tetap menggunakan ukuran – ukuran fisiknya tanpa ditransformasikan ke ukuran finansial, walaupun demikian tetap ditransformasikan sedemikian rupa sehingga ukuran – ukuran yang berbeda dapat diproses dengan baik. Model – model pengukuran fisik diantaranya adalah :



·         Model Physical Productivity (Labour Productivity)
Model ini di kembangkan oleh pusat produktivitas nasional. Model ini mengkhususkan pada pengukuran tenaga kerja dengan menggunakan parameter ukuran produktivitas jam – orang per unit per periode waktu (dalam hal ini periodenya adalah turun). Model ini juga menghitung pertumbuhan produktivitas dengan menghitung indeks produktivitas terlebih dahulu. Rumus yang digunakan adalah :
·         Model Objective Matrix
Model ini juga sering disebut dengan metode matrix sasaran adalah metode pengukuran fisik yang menggunakan tabel matrix yang berisi angka – angka terdefinisi yaitu nilai bobot, nilai skala peringkat atau ranking dari masing – masing indikator.

2.9.3  Pengukuran Produktivitas dengan Model Objective Matrix   (OMAX)
Pengukuran dengan model Objective Matrix (OMAX) ini di dasarkan prinsip produktivitas, yaitu berdasarkan sasaran yang secara obyektif mengukur unjuk kerja dan fungsi tujuan sebagai target pencapaian bagi kelompok kerja, sehingga dihasilkan pengukuran kuantitatif yang menunjukan sejauh mana tujuan manajemen tercapai.
Secara ringkas model pengukuran ini mempunyai keunggulan dari model lain, yaitu :
a.       Model ini memungkinkan dijalankannya aktivitas pengukuran produktivitas, perencanaan produktivitas dan sekaligus peningkatan produktivitas.
b.      Berbagai faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas dapat diidentifikasikan dan dikuantifisir.
c.       Adanya sasaran produktivitas yang akan memberikan motivasi bagi pekerja untuk berusaha mencapainya.
d.      Dapat memantau pencapaian sasaran dan memberikan informasi bila dijumpai penyimpangan pada periode berjalan.
e.       Adanya pengertian bobot yang mencerminkan pengaruh masing – masing faktor terhadap peningkatan produktivitas. Penentuan bobot ini memerlukan persetujuan manajemen.
f.       Model ini menggabungkan seluruh faktor yang berpengaruh terhadap peningkatan produktivitas (baik dalam ukuran fisik maupun non fisik) dan dinilai ke dalam suatu indikator.
Di samping beberapa keunggulan di atas terdapat beberapa hal yang dirasakan sangat mendukung penerapan model ini di perusahaan, yaitu :
a.       Model ini relatif sederhana dan mudah untuk dipahami.
b.      Pengoperasiannya cepat dan tidak memerlukan latar belakang keahlian khusus bagi yang memakainya.
c.       Data – data yang diperlukan dalam model ini mudah didapat.
d.      Bentuk model ini fleksibel dan disesuaikan dengan lingkungan tempat ia diterapkan.
e.       Model ini dapat digunakan untuk memadukan beberapa ukuran keberhasilan yang selama ini berlaku di perusahaan.


2.9.4  Pembentukan Matriks Pengukur Unjuk Kerja Kelompok  Kerja
Tidak ada alat ukur yang dapat mencapai sasaran bila diterapkan secara paksa kepada kelompok kerja. Anggota kelompok harus berpartisipasi dalam merancang bentuk matriks sehingga mereka ikut menyatu dalam penerapan pengukuran. Mereka harus mengerti dan menerima tujuan dari pengukuran serta mempunyai keinginan untuk menyesuaikan aktivitas kerja mereka dalam usaha untuk mencapai tujuan yang nantinya akan menguntungkan mereka juga
Pengukuran kelompok kerja adalah suatu latihan terhadap rasa saling percaya dan mempercayai. Bila pengukuran manajemen bertujuan untuk menggerakkan pekerja atau mendisiplinkan unjuk kerja yang buruk, latihan ini bukanlah jawabannya. Manajemen dengan ancaman akan menuju pada kegagalan. Bila anggota kelompok mengecam sistem pengukuran atau tidak mencapainya, tidak ada hasil nyata yang diperoleh dan kondisi mungkin malah menjadi buruk. Oleh karena itu tahap pertama dari konstruksi matrik adalah usaha membangun landasan kepercayaan yang kuat (Riggs, 1976:648).
            Kedua belah pihak telah saling percaya dan saling mengerti mengenai kepentingan satu sama lain, ada 4 tahap dalam mengembangkan  matrik sasaran, yaitu :
1.    Pemilihan Kriteria                                
Kelompok kerja yang terlibat dalam segala jenis pekerjaan manufaktur, pelayanan jasa atau mempunyai fungsi sebagai penopang keluaran organisasi mempunyai karakteristik tertentu yang membedakan baik buruknya unjuk kerja. Kriteria biasanya ditetapkan dalam bentuk rasio produktivitas konvensional yang berbentuk keluaran dibagi pemasukan. Banyak jenis kriteria bagi kelompok pekerja ilmu yang tidak bisa diukur secara kuantitatif. Tetapi pengukuran keluaran diwakilkan kepada bentuk perilaku yang berpengaruh terhadap keluaran dari unit serta dapat diukur
Beberapa contoh dari unjuk kerja (Riggs, 1976:649) antara lain :
a.       Kriteria pada perusahaan manufaktur
·          
·                
·        
·        
·        
·        
·        
·        


b.      Kriteria pada perusahaan jasa
c.       Kriteria hasil kerja kelompok
 2.   Menetapkan Nilai Skala
  Skala unjuk kerja pada matriks sasaran dimulai dari 0 sampai dengan 10 sehingga terdapat 11 tingkatan untuk setiap kriteria. Penetapan sasaran tiap kriteria adalah bagian paling penting dalam pembuatan skala, sebab sasaran memperlihatkan hasil produktivitas yang dicapai oleh kelompok (Riggs, 1976:651).
a.    Tingkat 0
Tingkatan paling rendah dalam unjuk kerja selama periode belakangan ini, yaitu ketika sistem operasi telah ditetapkan sesuai dengan yang berlaku saat ini misalkan setengah tahun yang lalu.
b.    Tingkat 3
        Hasil yang menunjukan tingkat unjuk kerja pada kelompok kerja disaat pengukuran pertama kali dilakukan.
c     Tingkat 10
Target yang dicapai oleh perusahaan dengan sumber dan sistem yang telah ada dan untuk perkiraan yang akan datang.
Tingkat 0 dan 3 mudah didefinisikan dengan jelas. Tingkat 10 adalah tantangan. Target yang terlalu optimis akan mengendorkan semangat kelompok kerja dan sasaran yang tertalu rendah akan menghalangi motivasi. Pengadaan seorang fasilitator yang terlatih untuk membantu kelompok dalam menetapkan tujuan akan berharga sekali untuk proses pembentukan matriks selanjutnya.

3.   Penetapan Bobot Kepentingan Untuk Kriteria Unjuk Kerja
Manajemen mempunyai tanggung jawab untuk menetapkan tingkat kepentingan dari masing – masing kriteria yang dikembangkan oleh kelompok kerja. Faktor pembobotan menggambarkan besarnya pengaruh masing – masing unjuk kerja terhadap fungsi tujuan perusahaan berdasar manajemen.
Manajer diberi kesempatan untuk mengarahkan perhatian pada daerah yang mereka rasakan mempunyai potensi yang paling besar bagi peningkatan produktivitas. Kelompok yang ambisius biasanya memusatkan perhatian pada kriteria yang mempunyai bobot yang paling besar. Misalnya bobot pengurangan material terbuang adalah 2 kali lebih besar dari bobot jumlah keluaran per jam, maka kelompok kerja cenderung untuk menghemat bahan.
Efisiensi dari pembobotan dianjurkan untuk membagi 100 nilai antara kriteria terpilih, satu nilai menganjurkan 1 %. Apabila nilai kriteria mempunyai nilai 40, maka nilai bobot harus manerima perhatian dari kelompok kerja 40 % (Riggs, 1976:655).

4.   Mengukur Indikator Produktivitas
Fase terakhir ini pengukuran kelompok kerja adalah seluruh hasil pengukuran menjadi satu indikator unjuk kerja. Secara periodik 1 kali dalam 1 bulan atau 3 bulan sekali kelompok mengukur nilai produktivitas mereka. Nilai kriteria diubah menjadi nilai keseluruhan berdasarkan bobot. Nilai tersebut merupakan indikator pencapaian yang menunjukkan gabungan pencapaian dari unit kerja atau organisasi yang sedang dimonitor
Indeks produktivitas didapat dengan membagi selisih indikator pencapaian periode tertentu dan indikator pencapaian periode sebelumnya dengan indikator periode sebelumnya. Nilai ini menunjukkan produktivitas unit-unit  kerja selama periode evaluasi.
Nilai indikator yang didapat dalam pengukuran indeks produktivitas akan berubah bila tingkat skala atau bobot berubah.

2.9.5        Penerapan Pengukuran Produktivitas Kelompok
Pengukuran dengan menggunakan metode matriks sasaran adalah pengukuran substitusi atau pengukuran pengganti artinya tidak hanya mengukur pengeluaran aktual dari 1 unit masukan tetapi mengukur karakteristik unjuk kerja yang dianggap mempengaruhi produktivitas dari unit  yang diukur.
Oleh sebab itu barang atau jasa yang diproduksi hanyalah satu dari sekian banyak karakteristik total unjuk kerja. Kriteria lain dapat pula membantu pengukuran klasik kuantitatif keluaran dibagi jumlah jam kerja. Bila nilai dari seluruh kriteria telah dikumpulkan menjadi satu nilai tunggal melewati proses pembobotan, hasil ini adalah gambaran total indeks produktivitas untuk unjuk kerja unit tersebut. Sistem pengukuran pengganti khususnya bermanfaat digunakan untuk mengukur produktivitas pada kondisi dimana pengukuran dengan kondisi sulit dilakukan.

2.9.6        Format Matrix Sasaran
Bentuk dari matriks sasaran adalah sebagai berikut :
Tabel  2.1  Format matriks sasaran
(Sumber : James L Riggs,” Production System : Planning Analysis and Control”, 1976)

Format ini diisi untuk memperlihatkan aktivitas produksi dari sebuah group dan untuk mengetahui unjuk kerja aktual selama periode tertentu yang diperlihatkan pada masukan yang terletak di atas badan matriks.
Langkah pengembangan matriks, termasuk nilai dan perhitungannya ditunjukan oleh 10 angka pada gambar dan penjelasannya adalah sebagai berikut :
1.      Kriteria utama dari aktivitas yang mempengaruhi produktivitas diidentifikasikan untuk menghitung tiap karakter. Semua ini dimasukan ke dalam kotak kriteria produktivitas.
2.      Tingkat unjuk kerja untuk setiap kriteria diukur untuk mengetahui jangkauan nilai yang bersesuaian dengan skala 3 pada nilai produktivitas.
3.      Basis terakhir dari matriks memperlihatkan tingkat unjuk kerja yang ditolak, dalam matriks diberi nilai 0.
4.      Nilai – nilai matriks setelah basis ke-3 adalah urutan langkah menuju pencapaian sasaran pengembangan produktivitas. Dibawah tingkat ke-3 adalah tingkat penurunan. Setelah tiap kolom diselesaikan, tiap kriteria diberikan satu selang nilai tertentu untuk tiap nilai dari 0 sampai 10. Input dari unit kerja dibutuhkan untuk mengetahui nilai skor yang bersesuaian dengan kriteria produktivitas.
5.      Manajer menentukan pembobotan untuk tiap kriteria dengan mempertimbangkan sasaran organisasi. Jumlah keseluruhan bobot ini adalah 100, dengan proporsi terbesar didistribusikan pada kriteria yang  tingkat kepentingannya lebih tinggi.
6.      Setelah kriteria didefinisikan, selang nilai untuk tiap tingkat penilaian ditetapkan dan bobot relatif tepat dialokasikan. Matriks dapat digunakan tanpa modifikasi untuk evaluasi tiap periode. Baris yang terletak di atas badan matriks menunjukan unjuk kerja aktual untuk semua kriteria yang dimasukan untuk dievaluasi (Riggs,  1976:649).
  • Nilai skor yang diasosiasikan dengan pengukuran unjuk kerja tiap periode dimasukan pada baris di bawah badan matriks. Nilai ini dengan mudah diidentifikasikan dengan melingkari selang nilai yang telah diukur.
  • Nilai yang telah dibobot dihitung dengan cara mengalikan bobot dengan nilai dari kriteria.
  • Nilai indikator produktivitas untuk periode tersebut adalah jumlah semua nilai kriteria yang telah dibobot, yaitu nilai total unjuk kerja untuk periode tertentu.
Sebuah indikator produktivitas, hanya bermanfaat bila dibandingkan dengan nilai dari periode lain. Satu unit kerja tidak bisa dibandingkan dengan unit kerja lainnya berdasarkan nilai skor, sebab kriteria masing – masing unit berbeda dan kondisi operasionalnya bervariasi. Nilai bobot total dapat diperlakukan sebagai indeks unjuk kerja dan digunakan untuk menilai perkembangan dari waktu ke waktu atau indeks produktivitas dapat dihitung untuk menghubungkan unjuk kerja dari satu periode ke periode selanjutnya, dengan menggunakan formulasi (Riggs, 1976:655), sebagai berikut :

Indeks Produktivitas =                                                                                    
Dimana :    V2 = nilai yang dibobot dari periode sekarang
                       V1 = nilai yang dibobot dari periode sebelumnya
Semua kriteria yang mempengaruhi produktivitas unit kerja disajikan dalam bentuk rasio. Hal ini mudah dilakukan karena semua proses pengerjaan telah benar–benar mereka pahami. Kemudian kriteria yang dianggap tidak terlalu berpengaruh dapat dihilangkan, demikian juga yang memberikan gambaran yang sama dapat dipadukan.
Untuk meningkatkan nilai bagi tingkat ke-3, data dikumpulkan untuk beberapa periode dan unjuk kerja selama periode tersebut dirata – ratakan, kemudian tujuan ditetapkan untuk setiap kriteria. Berdasarkan pengalaman dan data yang ada, dapat diketahui sasaran yang mungkin dicapai dalam waktu 1 sampai 2 tahun yang akan datang. Nilai ini lalu diletakan pada tingkat ke-10 sebagai target. Biasanya sasaran yang sempurna dituntut untuk kriteria berkualitas, kedatangan dan ketepatan waktu.
Peningkatan indeks produktivitas tidak berarti bahwa telah terjadi peningkatan pada semua kriteria produktivitas. Pekerja pada unit kerja dapat memberi perhatian lebih pada kriteria tertentu dibanding lainnya, biasanya disesuaikan dengan bobot kriteria. Dapat juga terjadi pertukaran nilai, misalnya peningkatan kualitas terjadi bersamaan dengan penurunan keluaran karena dilakukan lebih banyak pemeriksaan dan bisa juga mengakibatkan waktu menganggur mesin meningkat karena perbaikan dilakukan dengan berhati – hati supaya tidat terjadi kesalahan kebijaksanaan karena menitik beratkan pada unjuk kerja yang sebenarnya tidak terlalu penting.

2.9.7     Tahap Pelaksanaan Dari Penerapan Matrix Sasaran

Proses penerapan metode matriks sasaran tidak hanya terbatas dalam bentuk matriks dan menghitung angka saja. Tugas dari pihak manajemen adalah mengorganisir keseluruhan proses pengukuran. Tanpa perjanjian pihak manajemen tingkat atas proses masih mungkin berjalan, tetapi umumnya tidak akan berhasil. Suatu cara untuk menuju pada tercapainya perjanjian adalah dengan menugaskan manajer untuk mengembangkan matriks awal atau utama untuk menajemen kerjanya. Matriks ini adalah bentuk perencanaan bisnis dalam bentuk rasio dan menggunakan sasaran akhir yang diletakan sebagai tujuan ke tingkat 10. Contoh dari sasaran akhir ini misalnya mencapai ketepatan waktu pelayanan 100% atau mereduksi kesalahan kerja sampai 10%. Sasaran ini berfungsi sebagai pedoman bagi pembentukan matriks tingkatan lebih bawah dalam organisasi.
Dalam memperkenalkan matriks sasaran harus dilakukan dengan perlahan – lahan dan juga harus secara keseluruhan dan lebih baik digunakan unit kerja yang mudah diajak bekerja sama untuk mencoba menerapkan yang pertama kali. Pertemuan pertama harus dirancang untuk meningkatkan kesadaran pekerja dengan menekankan keuntungan-keuntungan yang akan didapatkan sebagai hasil dari peningkatan produktivitas dan penggunaan sistem pengukuran ini. Ide mengenai penghargaan non finansial yang akan diberikan kepada pekerja yang berhasil meningkatkan produktivitas dapat menjadi pemicu bagi para pekerja di bidang administrasi dan personalia.

Pemeriksaan matriks unit  - unit kerja yang berhubungan diperlukan bagi perbaikan – perbaikan selanjutnya yang potensial, juga berguna untuk menentukan perubahan – perubahan arah yang terjadi.
yang perlu dikembangkan dalam pengembangan matriks sasaran, (Riggs, 1976:656) adalah :
  1. Sebuah kriteria utama seperti kualitas biasa saja membutuhkan rasio lebih dari 1. Rasio pada matriks utama tidak perlu dimasukan semua pada matriks unit kerja.
  2. Kriteria harus memperlihatkan kondisi dan aktivitas yang dapat dikendalikan oleh unit kerja.
  3. Kriteria harus mencerminkan kepuasan pelanggan. Tingkat ke-10 pada skala harus ditelaah lebih hati – hati, untuk menjaga konsistensi penilaian.
  4. Hubungan antara kriteria harus diperlihatkan ketika menetapkan tingkat ke-10 pada skala sasaran. Patokan untuk mencapai kenaikan jumlah produksi per jam dapat terwujud bila ekspektasi terhadap kualitas tidak terlalu tinggi katakanlah sebanyak 5%, jika diinginkan tingkat kegagalan lebih kecil dari 5% maka sasaran jumlah unit yang dihasilkan juga harus lebih rendah.
Setelah unit kerja memberikan matriks yang telah dilengkapi dengan rasio kerja dan pihak manajemen telah menyetujui serta memberikan bobot, maka tahap pengembangan dapat dimulai. Walaupun tujuan dari pengukuran unjuk kerja adalah untuk meningkatkan  produktivitas ini. Dengan bantuan identifikasi dari kemungkinan pengembangan yang memberikan harapan maka unit kerja dapat memperoleh pedoman untuk pengembangan.
Hasil yang didapat umumnya datang dari peningkatan yang kecil – kecil seperti peningkatan kesadaran dalam menghemat bahan dan mempersingkat waktu. Pengembangan dengan melakukan latihan –latihan untuk topik kreatif, analisis masalah, pengumpulan data dan metode kerja.
Pengembangan dapat dilihat dari meningkatnya nilai pada matriks, juga dapat dilihat dari cara pandang yang berkembang dan menurunnya ongkos atau meningkatnya pendapatan. Peningkatan ini perlu diberi penghargaan. Performansi dan motivasi diharapkan dapat meningkat dan memberikan bonus atau hal lain yang menunjukan rasa penghargaan terhadap hasil yang diperoleh oleh seluruh anggota kelompok dalam membentuk kesatuan kelompok dan motivasi.
Keberhasilan dari unit kerja dapat dilihat dari indikator indeks pencapaian. Indeks pencapaian ini diperoleh dengan membagi perubahan yang terjadi pada indikator selama periode waktu pengukuran dengan periode dasarnya.
Indikator pencapaian untuk setiap periode digabungkan dalam bentuk grafik. Dan informasi ini disebarluaskan di seluruh lingkungan kerja perusahaan sehingga seluruh pekerja dapat memantau proses yang sedang berjalan serta dapat berpartisipasi dengan memberikan saran membangun bagi perbaikan dan peningkatan produktivitas perusahaan.

2.9.8    Analisis Evaluasi Produktivitas

Apabila masalah produktivitas telah dapat didefinisikan, seperti produktivitas input tenaga kerja, material, energi dan modal menurun atau tidak mencapai sasaran produktivitas yang diharapkan, maka berbagai informasi penting yang berkaitan dengan masalah itu perlu dikumpulkan. Berdasarkan kenyataan diatas, evaluasi produktivitas harus dilakukan berdasarkan data pengukuran produktivitas yang telah dianalisis dan disajikan melalui satu laporan produktivitas perusahaan.
Evaluasi terhadap suatu sistem produktivitas perusahaan harus mampu menjawab apa yang menjadi akar penyebab dari penurunan produktivitas perusahaan itu. Kita dapat menggunakan alat-alat sederhanan yang telah popular seperti : Diagram pareto, diagram sebab akibat dan perbaikan produktivitas dengan menggunakan 5W+H.

2.9.9        Pengertian Total Quality Control (TQC)
Total Quality Control adalah pelaksanaan dari konsep produktivitas dalam perusahaan, sebagai mutu sistem manajemen untuk mencapai hasil secara efektif dan efisien. Sedangkan pusat produktivitas nasional mendefinisikan TQC sebagai suatu sistem manajemen yang mengikutsertakan seluruh pimpinan karyawan dari semua tingkatan jabatan secara musyawarah untuk meningkatkan mutu serta produktivitas dan memberikan kepuasan kepada pelanggan maupun karyawan.
Sebagai suatu sistem produktivitas yang didukung oleh semua faktor penunjang, maka TQC adalah suatu sistem manajemen yang mengikutsertakan seluruh anggota organisasi dengan penerapan teknik kendali mutu untuk mencapai tingkat produksi yang optimal dengan cara yang efektif dan dengan efisiensi yang baik. TQC menganut konsep bahwa kualitas akan tercapai secara ekonomis, efektif dan efisien,  hanya bila setiap proses produksi barang/jasa dapat memberikan jaminan kualitas pada setiap pekerjaan.
Tujuan dari Total Quality Control (Sinungan, 1997 : 120) adalah :
1.      Terumuskan dan terlaksananya kebijakan dan sasaran perusahaan
2.      Peningkatan kerjasam dan semangat karyawan.
3.      Pengembangan kemampuan karyawan.
Bila ketiga tersebut dapat diwujudkan, maka dapat diharapkan terjadinya peningkatan produktivitas dan perbaikan titik impas (Break even point).         

2.9.10  Tujuh macam alat-alat dalam Quality Control
1.      Check Sheet (lembar pemeriksaan)
Alat ini berupa lembar pencatatan data secara mudah dan sederhana sehingga menghindari kesalahan-kesalahan yang mungkin terjadi dalam pengumpulan data tersebut. Check sheet  ini berisi pertanyaan-pertanyaan yang dibuat sedemikian rupa sehingga pencatat cukup memberikan keterangan seperlunya.
2.      Histogram
Merupakan diagram batang yang berfungsi untuk menggambarkan bentuk distribusi sekumpulan data yang  biasanya berupa karakteristik mutu. Dibuat dengan cara membentuk terlebih dahulu tabel frekuensinya, kemudian diikuti dengan perhitungan statistik, baru kemudian memplot data kedalam histogram. Hasil plot data akan memudahkan kecenderungan sekelompok data.
3.      Diagram Pareto
Diagram/grafik yang menjelaskan hirarki dari masalah-masalah yang timbul, sehingga berfungsi untuk menentukan prioritas penyelesaian masalah. Prioritas perbaikan untuk mengatasi permasalahan dilakukan dengan memulai pada masalah dominan yang diperoleh dari diagram pareto ini. Setelah diadakannya perbaikan dapat dibuat diagram pareto baru membandingkan dengan kondisi sebelumnya.
4.      Diagram Sebab-Akibat (Cause-effect Diagram)
Merupakan suatu diagram yang digunakan untuk mencari semua unsur penyebab yang diduga dapat menimbulkan masalah tersebut.
5.      Stratifikasi
Mengelompokan kumpulan data (data kerusakan, fenomena, sebab-sebab, dsb) kedalam kelompok-kelompok yang mempunyai karakteristik sama.
6.      Diagram Tebar (Scatter Diagram)
Menggambarkan hubungan antara dua faktor dengan memplot data dari kedua faktor tersebut pada suatu grafik untuk menentukan korelasi antara suatu sebab dengan akibatnya.
7.      Grafik dan Peta Kendali (Graph and Control Chart)
Bentuk penyajian data yang terdiri dari garis-garis yang menghubungkan dua besaran tertentu. Grafik terdiri dari tiga jenis yaitu : garis (Line Graph), batang (Bar Graph), lingkaran (Circle Graph), dan peta kendali.

2.9.11  Perbaikan Produktivitas
Setelah melakukan pengukuran produktivitas, evaluasi produktivitas, perencanaan produktivitas dan selanjutnya melakukan perbaikan produktivitas. Upaya perbaikan perlu dilakukan untuk dapat meningkatkan produktivitas perusahaan serta diusahakan perbaikan tersebut dapat dirumuskan secara spesifik, tegas, jelas, dan dapat diukur. 




No comments: